Friday, 22 May 2009 06:02 WIB | |
DRS. H. EDDI ELISON & DRS. H. DONE ALI USMAN Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, 15 April 2009 berulang tahun ke-61 (sesuai UU 10 Tahun 1948), dan 16 Juni 2009 pasangan Syamsul Arifin, dan Gatot Pujo Nugroho, ST akan berusia genap 1 tahun berkarya bagi rakyat Sumut. Adalah pada tempatnya, jika pada kesempatan ini kita mencoba menyampaikan pandangan khusus tentang perkembangan Pemprov Sumut, apalagi jika dikaitkan dengan langkah-langkah diambil oleh duet "nakhoda baru" Syamsul - Gatot sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur. Meskipun untuk menilai keberhasilan sebuah Pemda, apalagi jika dikaitkan dengan good governance (pemerintahan yang baik) meliputi banyak aspek, di antaranya bagaimana pelaksanaan RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah), KUA (Kebijakan Umum Anggaran), PPAS (Platform Prioritas Anggaran Sementara), APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), LKP (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban), RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) plus RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah), Rencana Strategis SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan lain-lain, namun ada sesuatu yang khas bagi program pembangunan Sumut, yakni sampai sejauh mana implementasi dari materi program pasangan Syamsul-Gatot; rakyat tidak lapar, rakyat tidak bodoh, rakyat tidak sakit, dan rakyat punya masa depan. Jika ditranskripkan ke dalam bahasa pembangunan, ke-4 program yang tadinya merupakan tema kampanye menjelang Pilkadsu 2008 adalah; Pembangunan/pembinaan moral, Pembangunan/penyediaan pangan, Pembangunan bidang pendidikan dan Pembangunan bidang kesehatan dan kesejahteraan. Meskipun tertulis dalam bentuk satu per satu dan terpisah, namun dalam implementasinya, ke-4 program tersebut harus dimaknai secara utuh, karena satu sama lainnya saling bertemali erat membentuk suatu kesatuan yang padu. Bahkan pada dasarnya merupakan "induk" dari pola pembangunan secara menyeluruh atau sebut saja sebagai Garis-garis Besar Haluan Pembangunan Daerah Sumut (GBHPDS), sehingga jika GBHPDS dapat dijabarkan secara rinci termasuk dukungan dana yang konkret, kemudian dapat dilaksanakan dengan baik, sudah dapat dipastikan rakyat Sumut dapat mengecap kesejahteraan lahir dan batin. Mengacu pada GBHPDS itulah kita mencoba menganalisisnya, meskipun sudah tentu tidak mungkin dapat berlepas tangan untuk tidak merambah hal-hal yang bertemali dengan paradigma pemerintahan yang baik, antara lain kepartisipatifan (dalam proses penyusunan rencana, anggaran dan perumusan kebijakan pembangunan daerah, rakyat diberi kesempatan berpartisipasi, sehingga tercermin keinginan masyarakat), keakuntabelan dan ketransparansian (adanya keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran, sehingga apa yang direncanakan sejalan dengan pelaksanaannya). Selain itu kegiatan pengendalian, monitoring, evaluasi dan pengawasan perlu pula lebih ditingkatkan, agar proses pembangunan dapat berjalan dengan baik dan akuntabel sebagaimana yang digariskan. Tidak pula dapat disisihkan, bahwa pelayanan prima merupakan indikator birokrasi pemerintahan yang mumpuni, efektif dan efisiensi. Pada dasarnya indikator spesifik tercapainya good governance adalah berkurangnya kendala administratif dalam pengambilan keputusan, terwujudnya kepentingan masyarakat, Pilkada yang bermutu, di samping tegaknya hukum dan HAM. Ada dua penyebab yang mendorong kita untuk mengurai serba sedikit tentang permasalahan pemerintahan yang baik secara umum beserta indikatornya: Pertama; Tidak masuknya Sumut ke dalam "6 Besar" sebagai good governance dalam pelaksanaan otonomi daerah triwulan tahun 2009 terkait dengan indikator otonomi daerah (nilainya di bawah rata-rata nasional). Enam pemerintahan provinsi yang berada di atas rata-rata nasional adalah DKI Jakarta, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah dan Kepulauan Riau. Kedua; Pengumuman Menteri Keuangan yang menyebutkan, adanya Pemerintah Daerah yang belum menggunakan anggaran belanjanya secara optimal, dengan indikator; banyaknya sisa lebih anggaran mengenai SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) periode 2008 yang mencapai Rp51,39 triliun. Dana tersebut kebanyakan diinvestasikan di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang Negara (SUN). Meskipun tidak diuraikan Pemda mana saja yang terlibat dalam SILPA, setidak-tidaknya kita merasa perlu mensiternya, mengingat hampir semua Pemda terindikasi "main" dengan SILPA. Anggaran yang tidak dimanfaatkan menjadi bagian pembiayaan defisit 2009, karena sebagian dari APBD yang dimasukkan daerah, sebagian besar defisit, karena SILPA dipakai untuk menutupinya. Padahal beberapa stimulus fiskal yang harus dilakukan Pemda dan Pusat menunjukkan, SILPA dapat menopang penghapusan retribusi, pembebasan surat izin usaha perdagangan, penurunan komponen pajak daerah, pemberian kredit mikro tanpa bunga ke desa, pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan mengemukakan berbagai indikator secara umum maupun khusus seperti yang kita kemukakan di atas, masyarakat luas akan dapat melihat, bahkan merasakan sampai sejauh mana Pemprov Sumut telah melangkahkan kakinya menuju pemerintahan yang baik. Secara umum jika mengacu pada data peningkatan pertumbuhan ekonomi, seperti diungkapkan data BPS Provsu, kita melihat adanya kemajuan sejak dari tahun 2005 mencapai 5,48%, 2006 (6,29%), 2007 (6,90%), berarti pengelolaan perekonomian Sumut melangkah ke depan dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), berdasarkan harga berlaku sebesar Rp181.82 triliun, sementara harga dasar/konstan 2000 adalah Rp99.782,27 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp139.618,31 triliun dan Rp93.347,40 triliun. Peningkatan PDRB ini cukup menggiurkan, apalagi jika diingat pemekaran wilayah kabupaten/kota di Sumut termasuk pesat, yang tentunya juga menyita anggaran cukup besar. Saat ini Sumut telah memiliki 21 kabupaten /kota, 383 kecamatan, 5.736 desa kelurahan. Dengan beban yang begitu luas dan berat, program pembangunan Provsu dalam buku RPJMD 2009-2013 menurut urusan wajib dan pilihan pemerintahan seperti Urusan Wajib Pendidikan untuk mewujudkan pilihan masyarakat Sumut yang mandiri dan sejahtera melalui penciptaan masyarakat yang tidak bodoh. Urusan Kesehatan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan masyarakat Sumut yang sejahtera melalui penciptaan "tidak sakit" dengan cara memasyarakatkan program-program pencegahan timbulnya penyakit. Hal tersebut bisa disaksikan tentang penetapan program prioritas dalam bentuk "indikasi" yang pada dasarnya mengacu pada ke-4 program Syamsul-Gatot saat berjuang untuk memenangkan kursi Gubernur dan Wakil Gubernur sekitar setahun lalu. Terkait dengan urusan agama, sosial, pemerintahan dan penyuluhan hukum dilaksanakan dalam rangka mewujudkan Sumut yang berbudaya, relegius dalam keragaman melalui peningkatan fingsi FKUB, Forkata, penyuluhan tentang pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance) yang pada akhirnya akan terwujud masyarakat yang beriman dan taqwa. Urusan UMKM, perindustrian dan perdagangan, mendatangkan investor melalui penanaman modal, kerja sama pembangunan dengan Negara-negara tetangga atau provinsi bersaudara dilaksanakan demi mewujudkan Sumatera yang maju, pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, sehingga tercipta masyarakat Sumut yang memiliki masa depan, yang juga berhubungan dengan urusan peningkatan infrastruktur dan pengembangan wilayah dilaksanakan untuk mewujudkan Sumut yang maju, mandiri dan sejahtera melalui Penataan Ruang Provsu, pembangunan infrastrukur (jalan, rel KA, jalan tol, jalan antara provinsi, bandara, transportasi darat, air, energi kelistrikan, irigasi dan lain-lain). Indikasi tersebut kemudian diuraikan dalam prinsip dasar yang semuanya mengidentifikasikan langkah-langkah kemajuan dari tahun ke tahun sampai 2013, berarti kemampuan menempatkan target menunjukkan, bahwa Pemda Provsu begitu percaya diri, akan hasil-hasil yang akan dicapainya. Sungguh suatu program yang wajar diberi acungan jempol, meskipun belum tentu semua itu dapat dipositifkan menjadi kenyataan, karena harus melalui proses yang penuh berbagai kendala, terutama terkait dengan dana. Sesuai dengan UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Struktur Penerimaan Daerah dalam APBD, pendapat daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Pembangunan dan lain-lain pendapatan yang sah. Seperti diketahui adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil PMD dan hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Jenis Dana Pertimbangan terdiri dari bagi hasil PBB, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Penghasilan PPh Perorangan; Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA) plus Dana Alokasi Umum (DAU). Tidak dapat disangkal bahwa suksesnya program-program yang sudah digariskan dengan target yang sudah pula dipola sedemikian rupa, tidak akan efentif dan kondusif, jika tidak mendapat dukungan penuh dari gerak anggaran daerah. Anggaran daerah akan hampa atau keropos tanpa optimalisasi penggalian sumber pembiayaan dari pinjaman dan obligasi, efisensi belanja daerah, penganggaran partisipatif yang melibatkan peran masyarakat, serta pengupayaan public-service partnership di dalam pembangunan infrastruktur di wilayah Sumut. Hal ini yang penting adalah arah kebijakan keuangan Provsu yang jelas sangat tergantung pada proyeksi pertumbuhan ekonomi, penyerapan investasi oleh Pemda. Sangat ideal bila seluruh kebutuhan pengeluaran investasi dipenuhi oleh kemampuan keuangan daerah tersebut. Begitupun harus diakui adanya keterbatasan penerimaan daerah, sehingga kebutuhan pengeluaran investasi dapat ditutupi dengan pembiayaan. Sesuai dengan proyeksi, pertumbuhan ekonomi daerah dalam periodesasi RPJMD tampak sangat membutuhkan iklim investasi yang kondusif, sehingga dapat memperlancar proses pembangunan dalam menumbuhkan perekomian daerah. Sangat bisa dirasakan betapa investasi Pemda (APBD) terhadap investasi swasta untuk membiayai pembangunan. Kita dapat melihat, perkembangan pembangunan di Sumut memerlukan paradigma peningkatan asli daerah yang sekaligus dapat mendorong investasi. Peranan investasi swasta menjadi penting untuk dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi, yang sudah diproyeksikan selama 5 tahun ke depan yakni 8,41%. Di sinilah perlu disinggung masalah SILPA seperti yang kita kemukakan di atas, namun data-data yang disampaikan dalam draft rencangan RPJMD sama sekali tidak disinggung, sehingga menjadi pertanyaan, apakah Pemda Provsu tidak ikut "bermain" dengan SILPA atau dapat menggunakan SILPA dengan sebaik-baiknya, sehingga menjadi salah satu sarana obyektif bagi penunjang pertumbuhan perekonomian Sumut? Meskipun demikian kita menyadari, bahwa bila menganalisis yang terkait dengan SWOT terhadap pelaksanaan RPJMD, maka akan terungkap bahwa unsur weakness (kelemahan) lebih besar dari unsur strength (kekuatan). Kelemahan yang bisa ditemui adalah; kualitas SDM yang masih terbatas, kapasitas lembaga pendidikan kejuruan/pelatihan keterampilan yang relatif rendah, kapasitas kelembagaan pemda yang terbatas, iklam/daya tarik investasi yang juga masih rendah, kerusakan sarana dan prasarana, panjang jalan yang tidak seimbang dengan luas daerah dan kurangnya pasokan energi listrik. Kita yakin kelemahan tersebut sebenarnya dapat diatasi, bila Pemdasu mampu mengkoordinasikan kekuatan yang dimilikinya yakni georafis yang strategis, tersedianya jumlah tenaga kerja yang cukup bagi sektor pembangunan fisik, kerukunan antarsuku yang kondusif bebas dari konflik, kaya akan sumber daya alam (SDA) yang dinamis antara lain sumber energi panas bumi, pembangkit listrik tenaga air, biofuel energi, selain berjenis hasil tambang, memiliki sarana dan prasarana seperti jaringan Trans Sumut, jalan KA dan jaringan komunikasi, juga memiliki potensi SDA, seperti hutan, perkebunan, pertanian, perikanan dan kelautan. Plus opportunities (peluang) yang "menantang" yaitu; kawasan positif dan sangat diperhitungkan di regional Asteng di bidang pertanian, perkebunan, kelautan dan peternakan, kawasan andalan wisata domestik/internasional, kawasan yang diperhitungkan dalam perdagangan regional/internasional, sumber pemasok tenaga kerja yang terampil antarnegara, tersedia infrastuktur pelabuhan dan bandara yang representatif, iklim yang kondusif/harmoni dalam keberagaman. Namun ancaman (threat) bagi proses pembangunan Sumut menuntut perhatian dan pemecahan yang serius, karena; jaminan standar kualitas produk dalam era globalisasi dan krisis ekonomi global, bencana alam dan perubahan iklim global, kemiskinan kultural akibat mentalitas dan budaya kerja masyarakat yang rendah, melahirkan kemiskinan dan pengangguran, sehingga dapat menelurkan sensitivitas yang tinggi terhadap suasana kedamaian, budaya taat peraturan/regulasi masih rendah dapat meningkatkan berbagai jenis tindak pidana, potensi wabah penyakit terhadap manusia/hewan/tanaman, konversi lahan yang tidak terkendali (masalah tata ruang) dan kerusakan lingkungan hidup. Salah satu unsur yang dilupakan dalam penyusunan RPJMD adalah fungsialisasi dan pemasyarakatan Pancasila yang merupakan ideologi Negara dan Bangsa ini, padahal diuraikan secara rinci dalam Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah tentang Kesatuaan Bangsa dan Politik Dalam Negeri. Seharusnya disadari, bahwa dengan semakin terabrasinya nilai-nilai Pancasila saat ini, akibat policy "salah kaprah" rezim Orba selama 32 tahun dengan BP7-nya, Pemda Provsu tidak ikut pula memberi dukungan terhadap abrasisasi nilai, semangat dan jiwa Pancasila yang masih tertera dalam Pembukaan UUD 1945 (meskipun tidak tersebut dengan kata Pancasila, namun sila-sila termaktub secara jelas). Sebagai meta-law, Pembukaan UUD 1945 itu adalah acuan semua UU dan regulasi lainnya. Usaha memfungsikan nilai Pancasila, tidak perlu P4, tetapi dengan cara lain yang lebih merakyat, apalagi dalam kurikulum SD s/d Perguruan Tinggi, tidak ada lagi mata pelajaran Pancasila secara spisifik. Jika di daerah Jawa ada ekstra kurikulum bahasa daerah, bahkan di sekolah-sekolah yang dikelola Yayasan Hang Tuah (milik TNI-AL) ada mata pelajaran Kebaharian, kenapa Sumut tidak tampil dengan mata pelajaran Pancasila di luar kurikulum Kewarganegaraan dengan kemasan yang berbeda misalnya dengan outbond dan lain-lain. Kita mengharapkan jika draft RPJMD dibahas oleh DPRD, masalah SILPA, Pancasila dan lain-lain seperti yang terkandung dalam weakness dan threat dapat dimatangkan solusinya dengan sebaik-baiknya. *Penulis adalah Eddi Elison, mantan wartawan "Waspada", saat ini Asdir Pancasila Center DHN 45 Jakarta. *Penulis adalah Done Ali Usman, Widyaiswara Utama pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Provsu. Sumber : http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=89527&Itemid=44 |
Jumat, 22 Mei 2009
Program Sumut menuju good governance
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar