Senin, 06 September 2010

PHPU Minahasa Utara: Saksi Tidak Diberi Form C1, MK Perintahkan Coblos Ulang di Kec. Wori

Jakarta, MK Online - Fransisca M. Tuwaidan-Willy EC Kumentas, cabup-cawabup Minahasa Utara, masih punya peluang memimpin kabupaten ini karena MK mengabulkan permohonan mereka. Pada Kamis (2/9/2010), putusan setebal 61 halaman yang dibaca Majelis Hakim secara bergantian tersebut memutuskan pemungutan suara ulang di Kecamatan Wori.

Pihak Termohon adalah Sompie SF Singal-Yulisa Baramuli. Eksepsi pasangan ini ditolak majelis hakim karena dalilnya yang menuduh permohonan Pemohon cacat formil, tidak beralasan hukum.

Perkara No. 145 /PHPU.D-VIII/2010 ini menyoal tidak diberikannya salinan formulir model C-1 di TPS-TPS yang tersebar di Kec. Wori. Padahal, seharusnya seluruh saksi yang hadir di TPS setelah selesai mengikuti pemungutan dan penghitungan suara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku KPPS wajib menyerahkan formulir C-1 dan para saksi berhak untuk mendapatkan formulir model C-1.

Di samping itu, ada surat suara yang tidak ditandatangani oleh Petugas KPPS yang telah dicoblos dan berada dalam kotak suara serta adanya pembukaan kotak suara yang tidak disaksikan oleh saksi Pemohon di Desa Nain. Dalil lain adalah adanya keputusan No. 152/2010 yang dikeluarkan oleh Pihak Terkait (bupati incumbent) tentang pembentukan tim koordinasi dukungan kelancaran penyelenggaraan Pemilukada Minahasa Utara 2010 yang bertentangan dengan asas Pemilu luber dan jurdil karena pada saat yang bersamaan KPU telah mengeluarkan keputusan tentang penetapan cabup-cawabup.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK mencermati memang ada beberapa saksi yang tidak menerima formulir C1 KWK di beberapa TPS, karena itu dalil Pemohon pun terbukti menurut hukum. Lalu, fakta dibukanya kotak suara tanpa sepengetahuan saksi adalah pelanggaran hukum. Sementara itu, dalil tentang keputusan No. 152/2010 dipandang MK tidak bermasalah karena hanya untuk membantu kelancaran penyelenggaraan Pemilukada.

Pelanggaran Signifikan
Mahkamah berpendapat bahwa rekomendasi yang dikeluarkan oleh Panwas Kecamatan Wori supaya diadakan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Kec. Wori sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga seharusnya Termohon melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Kec. Wori dan bukan hanya di satu TPS saja.

Bahwa mengenai pemungutan suara ulang sudah diatur dalam Pasal 104 UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ayat (1) menyatakan “Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan”. Ayat (2) berbunyi “Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Panitia Pengawas Kecamatan terbukti terdapat satu atau lebih dari keadaan sebagai berikut: a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; b. petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau menulis nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan; c. lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda; d. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah; dan/atau e. lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih mendapat kesempatan memberikan suara pada TPS”.

Dalam konklusinya, MK berkesimpulan terjadi pelanggaran di Kecamatan Wori yang cukup signifikan mempengaruhi peringkat suara seluruh pasangan calon. “Demi keabsahan jumlah perolehan suara Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Minahasa Utara, perlu dilakukan pemungutan suara ulang di Kec. Wori,” tegas Mahfud.

“Amar putusan, sebelum menjatuhkan putusan akhir, memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Kec. Wori dan melaporkan kepada MK selambat-lambatnya 60 hari setelah putusan dibacakan,” lanjutnya. (Yazid/mh)

Sumber : MK Online

Rabu, 01 September 2010

Pemerintah Susun Standar Jumlah PNS di Daerah

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Untuk menciptakan jumlah aparatur ideal di pemerintah daerah, pemerintah berupaya agar ada standar yang sama mengenai jumlah PNS di seluruh Indonesia. Standar itu diharapkan dapat menciptakan rasio ideal antara aparatur dan masyarakat.

Hal itu disampaikan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, usai mengikuti Rapat Kerja di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (6/8). ''Sekarang di rata-rata nasional 2,1 persen PNS, sementara negara-negara tetangga kita ada yang mencapai 2,4-2,5 persen, daerah itu beragam ada yang aparaturnya sangat besar mencapai 6 persen tapi ada yang sangat kecil di bawah 2 persen,'' jelas Gamawan didampingi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana.

Gamawan mengatakan, aturan tentang itu belum dirumuskan. ''Selama ini aturan belum pernah dirumuskan, belum pernah diberikan rujukan untuk daerah,'' ujarnya.

Hal itulah yang menjadi dasar bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merumuskan kembali jumlah yang tepat untuk pegawai di daerah. ''Yang penting tugas dapat dilaksanakan dengan baik, secara optimal,'' ucap Presiden di tempat yang sama ketika memberikan arahan.

Sumber : Republika Online
Red: Budi Raharjo
Rep: M Ikhsan Shiddieqy
Salurkan Aspirasi Politik Anda, Mari Bergabung bersama Kami Partai Bulan Bintang

Permendagri No 24 Tahun 2009 Ttg Pedoman Cara Perhitungan Bantuan Kauangan Parpol Dlm APBD