Dalam debat calon presiden Kamis (25/6) malam, Susilo Bambang Yudhoyono dalam konsep link and match mengatakan untuk mengatasi pengangguran, pemerintah daerah lah yang lebih tahu kebutuhannya. Tenaga dan pegawai seperti apa yang diinginkan serta apa yangdibutuhkan. Tentu saja, ungkapan ini merupakan salah satu persetujuan terhadap otonomi daerah yang sudah berlangsung 10 tahun. Di sisi lain Departemen Keuangan meminta gubernur mengerem pemekaran daerah. Pasalnya dengan banyaknya pemekaran yang terjadi akan berpengaruh negatif kepada porsi alokasi anggaran ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dalam usulan DPR kan bakal ada 7 provinsi baru, jadi nanti ada total 40 provinsi kalau disetujui. Ada lagi 12 kabupaten dan 1 kota, jadi total ada 20 pemekaran. Oleh karena itu Depkeu minta gubernur rem pemekaran (Harian Waspada, Jumat 26/6). Saat ini saja sudah banyak pemerintah daerah yang mengeluhkan kekurangan dana. Apalagi jika nanti pemekaran terjadi kembali, pasti akan lebih banyak daerah yang kekurangan anggaran. Sepuluh tahun desentralisasi di Indonesia mengarah kepada egoisme daerah atau kurang memperhatikan faktor eksternalitas seperti hubungan baik dengan kabupaten/kota tetangga. Konsep pemekaran daerah memang jadi trend di Indonesia. Namun kemudian semua kepala daerah yang datang ke Departemen Keuangan hanya menyatakan kekurangan dana tidak ada yang mengaku kelebihan dana. IntisariKita pantas prihatin dan menyesalkan situasi seperti ini. Semua daerah pemekaran hanya menyusu dari pemerintah pusat melalui dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Masalahnya pemerintah pusat pun tidak tegas. Harusnya ada tenggat waktu sampai berapa lama daerah pemekaran bisa berdiri sendiri. Kalau kemudian sudah diberi deadline namun tidak juga mampu mandiri pantas kita pertanyakan untuk bergabung kembali ke induknya. Jangan sampai semua kepala daerah baru selalu mengharapkan dana pusat. Benar memang konteks otonomi yang hanya menciptakan raja-raja kecil di daerah sudah terbukti. Bahkan yang bisa dirasakan masyarakat manfaat otonomi daerah saat penerimaan pegawai saja. Bahkan untuk pegawai honor, pemerintah daerah sudah punya wewenang. Tapi ini kan sebenarnya cost bagi penyelenggara negara. Menurut Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Tommy Firman, hal tersebut ditunjukkan dengan keinginan untuk membangun infrastruktur, seperti pelabuhan laut, udara dan lain sebagainya secara sendiri-sendiri, terutama pada daerah yang kaya. „Disadari atau tidak, kondisi euphoria desentralisasi dan reformasi dikeluhkan mengarah kepada egoisme daerah,“ ujarnya di seminar yang sama. Dengan otonomi selama ini muncul kecenderungan pemerintah kabupaten/kota tidak memaksimalkan PAD dengan mengeluarkan berbagai Peraturan Daerah (Perda) yang tidak semuanya disetujui Depdagri. Yang terjadi sekarang adalah pembengkakan dana kebutuhan daerah. Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu menyebutkan 2006 total alokasi dana vertikal ke daerah mencapai Rp6,30 triliun menjadi Rp8,09 triliun 2007, Rp14,02 triliun pada 2008, dan Rp14,27 triliun di 2009. Di daerah-daerah baru itu harus ada instansi pemerintah baru. Konsekuensi dari pemekaran daerah terhadap keuangan negara adalah penambahan kantorkantor vertikal untuk mendanai urusan pemerintahan menjadi kewenangan pemerintah seperti kantor polisi, Kodim, kantor agama, pengadilan, kejaksaan, Bea dan Cukai, Pajak, pelayanan perbendaharaan, BPN, BPS. Alokasi dana vertikal sebesar Rp14,27 triliun terdiri dari belanja pegawai Rp4,99 triliun, belanja barang Rp3,92 triliun, belanja modal Rp4,4 triliun, dan belanja bantuan sosial Rp967 miliar. Jumlah daerah otonom baru 1999-2009 bertambah 205 yaitu 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Karena itu pada 2009, total daerah otonom mencapai 524 daerah terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Lalu apa hebatnya otonomi kalau seperti ini. Sumber : Waspada Online |
Jumat, 03 Juli 2009
Kita harus akui otonomi daerah gagal dan janggal
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar