Keputusan MA yang membatalkan Peraturan KPU No 15/2008 Pasal 22 huruf C dan pasal 23 ayat (1) dan (3) tentang pedoman teknis penetapan, dan pengumpulan hasil pemilu tata cara perolehan kursi, bedampak tak kecil atas komposisi kursi di parlemen.
Sedikitnya terdapat perubahan kepemilikan 66 kursi DPR RI. Permohonan uji materi ini diajukan oleh empat caleg Partai Demokrat, yakni Zaenal Ma’arif, Yosef B Badeoda, M Utomo A Karim, dan Mirda Rasyid.
Dampak dari keputuasn MA tersebut, penghitungan tahap kedua yang mempertimbangkan seluruh suara parpol, bukan sisa suara setelah dibagi dengan bilangan pembagi pemilih (BPP) 100% pada tahap pertama.
Karena, jika merujuk di peraturan KPU tersebut dalam penghitungan tahap kedua sisa suara dari tahap pertama masuk pada penghitungan tahap kedua dengan sisa suara yang mencapai 50% BPP akan memperoleh kursi.
Dalam perhitungan Centre for Electoral Reform (Cetro) putusan MA itu akan mengakibatkan perubahan jumlah kursi sembilan partai yang lolos parliamentary threshold (PT). Empat partai di antaranya akan mendapat ‘berkah’ atas putusan itu, namun sisanya mendapat ‘musibah’.
Keempat partai politik tersebut yaitu Partai Demokrat, Partai Golkar, PDI Perjuangan, dan Partai Kebangkian Bangsa (PKB). Sedangkan partai yang mengalami penurunan kursi yaitu Hanura, PKS, Gerindra, PPP, dan Partai Gerindra.
Partai Demokrat dari 150 kursi menjadi 180 kursi, Partai Golkar menjadi 125 kursi dari sebelumnya 107 kursi, PDIP dari 95 kursi menjadi 111 kursi, dan PKB dari 27 kursi menjadi 29 kursi.
Sedangkan partai yang kehilangan kursi yaitu Partai Hanura yang awalnya mendapat 18 menjadi tersisa 6 kursi. PKS berkurang tujuh dari sebelumnya 57 kursi. PAN menjadi 28 dari sebelumnya 43 kursi. Sedangkan PPP menjadi 21 dari sebelumnya 37 kursi.
Merespons keputusan MA, Juru Bicara Partai Hanura Jogi Soehandoyono menegaskan, pihaknya akan mempelajari dengan seksama keputusan MA tersebut. Sekaligus mencari celah hukum yang dapat digunakan untuk melakukan gugatan.
“Keputusan MA itu sangat berpengaruh terhadap partai-partai politik dan dapat menimbulkan konflik di internal partai. Apalagi jika ada para calon legislatif yang terpaksa terdepak, dengan putusan MA itu,” tutur Soehandoyo, di Jakarta, Jumat (24/7).
Cukup wajar reaksi Partai Hanura. Karena dengan menggunakan keputusan MA, maka partai yang dibesut Wiranto itu akan kehilangan kursi cukup banyak sekitar 12 kursi. Tampaknya sikap serupa akan dilakukan oleh partai politik yang dirugikan dengan keputusan MA tersebut.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai, dampak dari keputusan MA membuat bangsa Indonesia menjadi repot. Menurut dia, jika keputusan MA dijalankan jelas akan berdampak dengan pilpres yang telah digelar.
“Bagaimana pilpres itu nasibnya, Hanura dan Gerindra tidak layak mencalonkan presiden,” tegasnya. Kondisi demikian, sambung Ray, tidak terlepas dari sikap KPU yang selama ini sering mengindahkan masukan dari pihak luar.
Sementara peneliti senior Cetro Refly Harun meminta agar KPU mengindahkan keputusan MA dan menempuh jalur hukum. “Kita menyarankan KPU tidak terima saja untuk kemudian menempuh upaya hukum ini,” katanya di kantor KPU.
Selain menyarankan KPU menempuh jalur hukum, Refly juga berharap caleg dan partai yang dirugikan atas keputusan MA agar menempuh jalur hukum.
Keputusan MA tak ubahnya bom menjelang usainya hajatan demokrasi lima tahun. Implikasi atas keputusan MA tersebut tidak kecil. Mulai dari pilpres, peta koalisi di parlemen, hingga dinamika di parlemen dalam lima tahun ke depan. [E1] R Ferdian Andi R
Artikel terkait : Bedah Editorial Media Indonesia 25 Juli 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar