Rabu, 31 Desember 2008

Implikasi Politik Pasca Putusan MK

Ikrar Nusa Bhakti

John Stuart Mill, salah seorang filsuf Inggris penggagas faham liberalisme dan pemerintahan demokrasi, dalam eseinya yang terkenal, On Representative Government, mengutarakan argumentasinya.

"Tujuan akhir dari politik adalah membiarkan rakyat menjadi bertanggungjawab dan dewasa. Rakyat dapat menjadi dewasa dan bertanggungjawab hanya jika mereka mengambil bagian dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Karena itu, meskipun seorang despot atau raja yang bijak dan penuh kebajikan secara aktual dapat membuat keputusan-keputusan yang lebih baik atas nama rakyat daripada yang dapat dibuat oleh rakyat sendiri, demokrasi tetap lebih baik, karena hanya melalui demokrasi rakyat dapat membuat keputusannya sendiri, salah atau benar. Karena itu, suatu bentuk demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang terbaik."

Kata bertuah John Stuart Mill itu sangat tepat untuk menggambarkan posisi Mahkamah Konstitusi yang mengoreksi kompromi politik yang terkait dengan penetapan calon anggota legislatif terpilih yang diatur dalam Pasal 214 UU 10/2008 tentang Pemilu. Caleg terpilih ditentukan nomor urut, bukan suara terbanyak. Menurut MK, pasal tersebut bertentangan UUD 1945 yang menyatakan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya menurut Undang-Undang. MK memutuskan penetapan caleg terpilih berdasarkan raihan suara terbanyak.

Putusan MK itu diputuskan tidak suara bulat. Seorang hakim konstitusi, Maria Farida Indrati, mengajukan pendapat berbeda. Dalam pandangan Maria, penetapan caleg atas dasar suara terbanyak akan menimbulkan inkonsistensi tindakan afirmatif terhadap perempuan.

Pandangan Maria ada benarnya. Mantan Wakil Ketua KPU, Ramlan Surbakti dalam berbagai kesempatan juga menyatakan sistem pemilu proporsional dengan daftar tertutup atau penentuan pemenang atas dasar nomor urut dapat menguntungkan caleg perempuan. Artinya, kesempatan perempuan untuk dapat terpilih menduduki kursi di DPR atau DPRD lebih terbuka melalui sistem nomor urut ketimbang suara terbanyak.

Pada Pemilu 2004 memang ada kasus mencolok di mana Nurul Arifin, mantan artis, memperoleh suara terbanyak di salah satu daerah pemilihan di Jawa Barat untuk kursi DPR, namun karena ia berada di nomor urut bawah, maka yang menang adalah yang menduduki nomor urut kecil. Kasus Nurul memang luar biasa. Dalam banyak kasus, khususnya di daerah pemilihan yang masyarakatnya didominasi kaum laki-laki, amat sulit caleg perempuan memperoleh suara terbanyak. Tanpa adanya aturan khusus mengenai 'affirmative action' ini, tampaknya kuota 30 persen kursi DPR untuk kaum perempuan sulit terpenuhi.

Keputusan MK memang amat adil dan baik bagi masa depan demokrasi kita. Namun implikasi politiknya dalam jangka pendek dan menengah akan sangat dahsyat pula. Pertama, di tengah masih kuatnya budaya politik sebagian politisi kita yang tanpa ideologi dan bebas semaunya, agak sulit partai politik mengharapkan loyalitas para anggotanya di parlemen. Bisa saja mereka bertentangan dengan garis partai saat pengambilan keputusan di DPR/DPRD. Saat ditegur atau akan diberi sanksi, bukan mustahil mereka dapat pindah fraksi karena partai bukanlah institusi yang penting bagi mereka, apalagi duduknya mereka di parlemen atas dasar pilihan suara terbanyak rakyat dan tidak ditentukan parpol.

Kedua, daripada tanggung-tanggung menggunakan sistem pemilu legislatif dengan daftar terbuka dan suara terbanyak, mengapa tidak sekaligus saja kita menggunakan sistem distrik? Dengan sistem distrik akan jauh lebih jelas siapa yang akan duduk di parlemen karena menggunakan sistem the first-past-the post, siapa yang mendapatkan suara terbanyak dialah yang terpilih, tanpa embel-embel penghitungan melalui proporsi perolehan suara partai dalam daerah pemilihan tertentu terlebih dahulu. Sistem distrik ini, meski begitu, mengasumsikan keuntungan bagi partai besar dan merugikan partai kecil. Namun bila kita ingin menyederhanakan sistem kepartaian menjadi lima atau bahkan dua partai, sistem distrik yang konsisten penerapannya merupakan pilihan terbaik.

Ketiga, kita juga harus siap menerima kenyataan yang akan duduk di parlemen 2009 mendatang adalah orang populer di daerah pemilihannya, mungkin juga didukung dana besar. Suara terbanyak belum tentu identik dengan kualitas politisi yang terpilih duduk di DPR/DPRD. Dari sisi sirkulasi elite, sistem suara terbanyak memang sangat baik, namun dari sisi kualitas belum tentu ini menjamin kualitas parlemen kita mendatang.

Keempat, sistem suara terbanyak juga akan menumbuhkan individualisme para politisi, selama demokrasi kita belum mencapai demokrasi yang matang. Bukan mustahil akan terjadi saling sikut, memakan atau kanibalisme di internal partai sendiri. Ketika Ketua Umum Partai Golkar menentukan sistem suara terbanyak, tak sedikit para caleg saling mengancam tidak berkampanye di "daerah kekuasaannya"!

Biarlah rakyat yang menentukan, salah atau benar. Hanya dengan itu rakyat menjadi bertanggungjawab dan dewasa.

Sumber : http://www.inilah.com/berita/celah/2008/12/30/72167/implikasi-politik-pasca-putusan-mk/

Jumat, 05 Desember 2008

BKN Diminta Tidak Proses Pengangkatan Eselon II Kabupaten Kota tanpa Rekomendasi Gubsu

Gubsu H Syamsul Arifin SE akan menyurati Badan Kepegawaian Negara (BKN) agar tidak memproses pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) kabupaten dan kota se-Sumut yang akan menduduki jabatan eselon II apabila tidak ada rekomendasi dari Gubsu.

"Jadi terhadap PNS yang diangkat menduduki jabatan eselon II di kabupaten dan kota tanpa ada rekomendasi dari Gubsu maka masalah kepegawaiannya akan disurati ke BKN untuk tidak diproses," ujar Kepala Badan Infokom Provsu Drs H Eddy Syofian MAP kepada wartawan, Minggu (23/11).

Kebijakan dimaksud, ujarnya, telah dituangkan Gubsu melalui Surat Edaran (SE) Nomor 800/16460/BKD/III/2008 tertanggal 20 November 2008 kepada seluruh bupati dan walikota se-Sumut yang tembusannya disampaikan antara lain kepada Mendagri, Menpan, Ka BPK, BPKP, BKN, Inspektur Provsu dan Kabiro Keuangan Setdaprovsu.

Lebih lanjut, jelasnya, terhadap PNS yang diangkat menduduki jabatan eselon II di kabupaten dan kota tanpa ada rekomendasi dari Gubsu maka pembayaran tunjangan jabatannya akan direkomendasikan untuk tidak dibayar oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang menanganinya.

Sedangkan bagi pejabat eselon II kabupaten dan kota yang akan mengusulkan kenaikan pangkatnya, jelas Eddy Syofian, harus melampirkan surat persetujuan konsultasi dari Gubsu sebagaimana poin 4 SE Gubsu dimaksud.

Eddy Syofian menjelaskan kebijakan Gubsu ini intinya dimaksudkan untuk pembinaan PNS dengan lebih menekankan pada sistem meritokrasi dalam membangun performa PNS yang profesional, sejahtera dan akuntabel.

"Gubsu memahami betul, sistem meritokrasi perlu dilaksanakan secara konsekuen dan konprehensif. Hal ini sangat bergantung pada kesempurnaan penataan aparatur negara khususnya PNS. Oleh karena itu pengangkatan dalam jabatan harus didasarkan oleh penilaian objektif terhadap prestasi, kompetensi dan Diklat PNS," ujarnya.

Itulah sebabnya, lanjut Eddy, SE Gubsu tersebut merupakan upaya konkrit untuk menyikapi kondisi saat ini dalam pembinaan PNS khususnya proses pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan di lingkungan kabupaten dan kota, termasuk kabupaten dan kota pemekaran, yang dianggap perlu dilakukan penataan karier PNS, terutama usul konsultasi calon pejabat eselon II di Pemkab dan Pemko kepada Gubsu.

Dalam usul konsultasi dimaksud, PNS yang dapat dipertimbangkan menduduki jabatan struktural harus sudah mengikuti Diklat Penjenjangan sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000. Proses pengangkatan maupun pemberhentian dari dan dalam jabatan struktural harus melalui pembahasan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

Dalam SE tersebut Gubsu juga mengingatkan bupati dan walikota atau penjabat bupati dan walikota yang akan mengakhiri masa jabatannya tidak diperbolehkan melakukan mutasi jabatan struktural kecuali dipandang mendesak untuk mengganti pejabat yang pensiun atau meninggal dunia.

Sumber : http://www.sumutprov.go.id/lengkap.php?id=1848

Inilah Kelemahan Ekonomi Kapitalis

Saat ini semua pemimpin negara di dunia sedang disibukkan mencari jalan keluar yang bisa menyelamatkan ekonomi negara masing-masing dari dampak krisis finansial global yang berawal dari Amerika Serikat (AS). Banyak negara di eropa dan belahan bumi yang lain cenderung menyalahkan AS sebagai biang keladi krisis finansial global saat ini.

Sikap ini memang tidak salah. Tapi, kalau hanya melihat AS saja ini berarti kita hanya melihat permasalahan krisis finansial global dari gejalanya saja. Padahal ada permasalahan yang lebih substansial daripada permasalahan subprime morgate yang menjadi pemicu krisis finansial global saat ini.

Substansial masalah ekonomi sekarang adalah sistem ekonomi Kapitalis itu sendiri yang sudah sampai pada puncak permasalahan. Beberapa sistem ekonomi Kapitalis yang menimbulkan masalah itu antara lain: adanya uang kertas, lembaga perbankan, dan ekonomi spekulatif yang kian marak. Ketiga hal inilah yang dijalankan untuk kepentingan pemilik modal.

Di awalnya memang permasalahan itu memberikan keuntungan yang banyak bagi pemilik modal. Tapi, sebenarnya dalam jangka panjang, justru merusak sistem

Kapitalisme itu sendiri. Seperti kata Antony Giddens sosiolog dari Inggris. Sistem Kapitalisme ini ibarat jugernath. Di tahap awal, sistem Kapitalisme ini memang seperti kuda yang menarik kereta. Jadi bisa mempercepat ekonomi dan memberi keuntungan para pemilik modal.

Tapi, semakin lama semakin cepat dan tidak lagi terkendali, sehingga pada akhirnya jugernath itu pun bisa membanting dan menghancurkan kereta yang ditariknya itu. Demikian juga yang terjadi pada sistem Kapitalisme saat ini. Sistem kapitalisme sekarang sudah mendekati tahap penghancuran diri sendiri.

Menggali Liang Kubur Sendiri

Imam Malik, Imam Besar Madinah pada zaman awal Islam menyatakan "uang adalah sembarang komoditi yang biasa diterima sebagai medium pertukaran". Pernyataan ini mengisyaratkan adanya kebebasan dalam menggunakan komoditi sebagai alat pertukaran barang dan jasa.

Tapi, yang terjadi sekarang adalah pemaksaan menggunakan uang kertas (dolar AS) dalam transaksi internasional. Memang di masing-masing negara tetap menggunakan mata uang kertas masing-masing negara. Tapi, uang kertas yang dimiliki masing-masing negara itu sebenarnya juga turunan dari dolar AS. Karena dengan era perdagangan bebas versi ekonomi Kapitalis, nilai atau harga semua barang dan jasa di dunia didasarkan pada kurs mata uang negara yang bersangkutan terhadap dolar AS.

Penggunaan dan pemaksaan uang kertas adalah bagian dari sistem Kapitalisme yang sebenarnya merugikan masyarakat. Satu di antara masalah yang melibatkan uang kertas di dunia adalah membengkaknya volume sirkulasi uang kertas di dunia yang tidak seimbang dengan jumlah komiditi di seluruh dunia sekali pun.

Kondisi ini tentu akan menimbulkan sistem ekonomi yang menggelembung. Dalam sejarahnya, setelah perang dunia ke-2 dirancanglah sebuah sistem keuangan dunia yang menjadikan mata uang dolar AS sebagai mata uang utama dalam perdagangan internasional. Pada saat itu, jumlah dolar AS yang beredar di dunia harus didasarkan pada persediaan emas yang dimiliki AS. Sehingga meski dalam bentuk kertas yang tidak punya nilai intrinsik tapi ada back up emas yang jumlahnya sama dengan jumlah nominal uang dolar AS yang ada di masyarakat.

Pada perkembangan berikutnya di tahun 1971 dengan alasan untuk mempercepat dan mengembangkan ekonomi akhirnya AS secara unilateral mengambil keputusan dolar AS tidak perlu lagi di-back up dengan emas. Sejak saat itu dolar dicetak sesuai dengan keperluan AS, sehingga sebenarnya sejak saat itu pula dolar hanyalah kertas biasa yang tidak bernilai.

Selain itu, dengan banyaknya dolar maka akan bisa menimbulkan inflasi. Meski inflasi merugikan masyarakat secara keseluruhan, tapi tetap saja orang miskin yang lebih banyak dirugikan. Jadi tetap saja negara yang kaya dolar bisa menikmati apa pun kondisi perekonomian saat ini. Sedangkan negara miskin tetap saja menderita.

Inflasi juga menyebabkan banyak pengangguran dan berujung pada kriminalitas. Karena itu, sistem uang kertas (dolar AS) saat ini sebenarnya merugikan. Selain itu dengan menggunakan mata uang utama dolar, berarti ada kurs. Dan dalam sebuah perdagangan antar negara dengan menggunakan kurs mata uang, lagi-lagi kita melihat ketidakadilan.

Kalau kita kembali pada pola dasar perdagangan (barter), secara esensi, seharusnya satu produk barang punya harga yang sama meskipun dijual di negara-negara lain dengan mata uang yang berbeda. Misalnya, harga 1 komputer di Jepang setara dengan beras 1 kwintal. Maka, kalau komputer itu dijual di negara-negara lain mestinya harganya juga setara dengan 1 kwintal beras.

Realitasnya tidak demikian, karena di Indonesia harga 1 komputer itu tidak lagi 1 kwintal beras tetapi bisa menjadi 80 kwintal beras, dan ini terjadi hanya karena kurs mata uang kertas. Kondisi ini tidak adil dan menimbulkan kerugian bagi negara-negara miskin dan menguntungkan negara-negara kaya.

Inilah satu kelemahan ekonomi Kapitalis karena menggunakan mata uang kertas

(dolar AS). Mestinya alat tukar itu berupa emas sehingga barang yang kita beli itu setara dengan harga emas yang kita bayarkan. Jadi kalau satu barang itu dijual di berbagai tempat, harganya akan tetap setara karena tidak ada kurs untuk emas.

Adanya perbedaan harga emas saat ini, karena adanya uang kertas dan kurs. Kelemahan yang kedua dalam sistem Kapitalis berada pada institusi perbankan.

Dengan fasilitas kredit plus bunganya perbankan turut serta dalam menyengsarakan masyarakat miskin. Karena sudah jelas-jelas Allah itu mengharamkan riba dan menghalalkan jual beli.

Secara logika kita bisa melihat kerusakan yang ditimbulkan oleh riba. Pada waktu bank memberi kredit, maka dalam pengembalian kredit itu bank minta bunga. Dengan adanya bunga pinjaman, maka sebenarnya bank telah menciptakan uang dari sesuatu yang tidak ada. Selain itu, dengan adanya bunga pinjaman berarti bank telah ikut menambahkan jumlah uang yang beredar di masyarakat.

Kalau semua bank ikut menambahkan jumlah uang yang beredar di masyarakat dari bunga pinjaman, ini sama artinya bank ikut berperan dalam menciptakan inflasi. Karena semakin banyak bunga pinjaman yang didapatkan bank, berarti semakin banyak tambahan uang yang beredar di masyarakat akibat adanya bunga pinjaman. Dan semakin banyak uang beredar, bisa mengakibatkan inflasi.

Kelemahan ketiga dari sistem kapitalis adalah maraknya ekonomi spekulatif (perdagangan valuta asing, surat berharga, komoditi berjangka) atau perdagangan elektronik. Perdagangan elektronik ini jelas-jelas merugikan dan menyengsarakan masyarakat.

Sebagai contoh, di India beberapa bulan yang lalu harga komoditi gula yang dimiliki India tiba tiba saja hancur dan jauh dari harga ideal karena ulah para spekulator yang berdagang dengan sistem elektronik di perdagangan komoditi berjangka. Akhirnya Kementerian Keuangan India menghentikan perdagangan gula dari bursa komoditi berjangka di India.

Contoh lain, dalam tahun ini spekulator minyak berhasil menaikkan harga minyak dunia sampai sekitar 140 US$. Padahal harga wajar dan idealnya hanya 85 US$. Selain itu, perdagangan valuta asing (valas) juga memperlihatkan bagaimana tidak berdayanya pemerintahan suatu negara kalau sudah berhadapan dengan para spekulator uang atau valas.

Bahkan tidak jarang pemerintah harus membuang cadangan devisa hanya untuk bermain-main dengan spekulator. Ini menunjukkan pemerintah tidak lagi mempu melindungi rakyatnya pada waktu berhadapan dengan spekulator yang bisa mempermainkan uang dan harga komoditi.

Ekonomi spekulatif ini juga telah menambah jumlah uang yang beredar dari sesuatu yang tidak ada. Karena dalam perdagangan elektronik, barang yang diperdagangkan ini realitasnya tidak ada. Dan sekali lagi, banyaknya jumlah uang yang beredar akan menimbulkan kesengsaran masyarakat.

Ketiga hal tersebut bisa berpengaruh pada inflasi dan melemahkan daya beli masyarakat. Kalau masyarakat sudah tidak lagi mampu membeli produk yang dijual, maka tinggal menunggu kebangkrutan dari industri yang pada ujungnya akan menghancurkan sistem Kapitalisme itu sendiri. Jadi, apa yang terjadi sekarang ini adalah proses kematian Kapitalisme yang berasal dari dalam sistem kapitalisme itu sendiri.

Sistem Alternatif

Sistem Kapitalisme selain berakhirnya dengan kehancuran, yang pasti juga merugikan masyarakat karena tidak adanya keadilan. Karena itu, saat ini sudah waktunya memunculkan sistem ekonomi syariah yang sebenarnya sudah sangat teruji dan stabil.

Kestabilan ekonomi syariah ini, karena didukung 5 pilar.

Pilar pertama adalah penggunaan mata uang yang bebas ditentukan oleh penggunanya, terutama pada emas, karena emas terbebas dari inflasi. Dalam sejarahnya mata uang emas bisa bertahan sampai 2.500 tahun. Ini membuktikan ketahanan mata uang emas dibandingkan dengan uang kertas dari berbagai permasalahan ekonomi.

Pilar kedua adalah open markets (pasar terbuka). Dalam sistem Kapitalisme, ekonomi spekulatif menyerap begitu banyak uang tapi hanya menyerap sedikit tenaga kerja dan ironisnya ekonomi spekulatif ini sangat mempengaruhi ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Kondisi ini harus digantikan dengan open markets (pasar terbuka).

Pasar terbuka ini merupakan tempat berdagang bagi siapa saja tanpa pandang bulu. Jadi semua masyarakat diperbolehkan berdagang di pasar terbuka ini, tanpa dipungut biaya, sehingga akan menyerap perputaran uang dalam jumlah besar sekaligus menyerap banyak tenaga kerja. Pasar terbuka ini menjadi lawan pasar modern (mall dan hypermarket) yang sangat diskriminatif karena hanya bisa diakses yang punya modal besar.

Pilar ketiga adalah open distribution and logistic infrastructure. Dengan pilar ketiga ini, semua masyarakat bisa menjadi distributor semua produk tanpa ada monopoli. Dalam perkembangan perdagangan islam, ini disebut caravan. Tidak adanya monopoli, akan membuat produk lebih mudah didapatkan masyarakat tanpa permainan harga.

Pilar keempat adalah open production infrastructure. Dengan pilar keempat ini maka rumah-rumah produksi harus diberi kesempatan berkembang. Di Korea Selatan misalnya, industri rumah tangga tidak berdiri sendiri tapi menjadi akar dari perusahaan besar seperti Samsung, Hyundai, LG. Dengan cara semacam ini, pusat-pusat keuntungan menjadi menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Sehingga kesejahteraan bukan dimonopoli oleh kelompok kecil pemilik modal.

Pilar kelima syirkat dan qirad. Pilar kelima ini, akan memberikan kepada semua orang pada posisi yang sama dan saling menguntungkan. Antara pemegang saham mayoritas dan minoritas punya hak yang sama dalam pengambilan kebijakan. Jadi, tidak ada penindasan dari yang besar pada yang kecil, atau pemilik modal dan pekerja. Karena syirkat dan qirad menjadikan semua yang berhubungan dengan bisnis sebagai mitra.

Dengan melihat kondisi semacam ini, tinggal menunggu waktu saja peralihan sistem Kapitalis ke ekonomi Islam. Karena bagaimana pun juga, setiap manusia pasti akan memilih yang baik.

Oleh : Christa – suara Pembaca detikcom.

http://suarapembaca.detik.com/read/2008/12/02/092953/1046340/471/inilah-kelemahan-ekonomi-kapitalis

Christa : Jl Ahmad Yani 116 Surabaya (christa_rahma@yahoo.co.id) 0318288270

(msh/msh)

Faham Liberal : "Permainan Tanpa Wasit"

Faham Liberal yang selalu menyerukan slogan "main tanpa wasit" sebenarnya sebuah sistem berpikir yang kacau-balau karena meletakkan sebuah kebenaran mutlak pada ranah abu-abu yang serba relatif. Berbalik 180 derajat dari faham Literal yang sangat eksklusif, faham ini sangat Inklusif sehingga apa saja bebas masuk, paling mudah jika dianalogikan sebagai "tong sampah ideologi".

Menurut faham ini "bebas" berarti semuanya boleh berbuat, berpikir, berpendapat dan tak seorangpun boleh melarang serta menyalahkannya, bebas, lepas, tanpa batas. Sebuah konsep yang sama sekali tidak dapat diterapkan dalam aspek kehidupan apapun, bahkan jika diaplikasikan dalam sebuah permainan ular-tangga sekali pun konsep ini tidak akan support.

Liberalis yang merupakan saudara kandung Sekularis dan Pluralis sejatinya merupakan ekspresi "kejenuhan beragama" yang dikemas begitu apik oleh para pemeluknya sehingga terkesan ilmiah, masuk akal, dan reliable. Lalu atas nama kebebasan, paham ini membuka lebar pintu ijtihad bagi siapa saja (inilah terjemahan dari "tong sampah ideologi").

Maka tidak heran ketika datang seorang nabi palsu paham ini turut membenarkannya, ketika ada penolakan Al-Qur'an paham ini turut mendukungnya, bahkan ketika Allah dan rasul-Nya dilecehkan maka paham ini akan mengamininya, semuanya legal, baik, benar, dan semuanya atas nama kebebasan berijtihad.

Dalam surat al-A'râf: 176 kaum yang mendustakan ayat kebenaran seperti ini diibaratkan seperti yang selalu menjulurkan lidah dalam segala kondisi (in tahmil 'alaihi yalhats au tatruk-hu yalhats). Selain terlalu menuhankan akal, Liberalis juga terlampau keblinger dalam menempatkan posisi rasio-empiris dalam tataran unreachable area (transendental), seluruh teks harus sesuai dengan akal, jika tidak maka harus diakal-akali, jika tidak bisa diakali maka akal itu sendirilah penentunya.

Wahyu adalah nomor seratus sekian jauh di bawah akal. Lalu atas dalih 'maslahat' versi Liberal apapun menjadi halal, mulai dari Homo-Lesbi hingga Trinitas-Trimurti. Ending-nya faham ini akan tampil sebagai pahlawan kesorean yang serta-merta memproklamirkan diri sebagai generasi progresif, inklusif, menyegarkan, membebaskan. Sebuah lagu lama yang terlampau kadaluwarsa untuk diusung.

Sumber : http://www.berpolitik.com/viewnewspost.pl?nid=18144&param=Zj0evRMIZueZYHhVcemz

Kamis, 04 Desember 2008

Partai Bulan Bintang Tuntut Pilpres Bareng Pemilu Legislatif


 

PBB Resmi Gugat UU Pemilu Presiden Ke MK

Partai Bulan Bintang kemarin mendaftarkan gugatan terhadap Undang-Undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi.

Saat mendaftarkan uji materil itu, partai berlambang bulan dan bintang ini, diwakili Ketua Dewan Syuro PBB Yusril Ihza Mahendra, Wakil Ketua Umum PBB Hamda Zoelva dan Ketua DPP PBB Ali Mochtar Ngabalin.

Ada dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres yang dinilai PBB bertentangan dengan UUD 45.

Pertama, Pasal 9 UU Pilpres yang berbunyi, hanya partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara pemilu legislatif yang berhak mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden.

Menurut Yusril Cs, syarat dukungan bagi capres itu bertentangan dengan Pasal 6A Ayat (2) UUD 45 yang berbunyi, pasangan calon presiden dan wakil presiden diajukan partai politik atau gabungan partai politik sebelum pelaksanaan pemilu.

Kedua, Pasal 3 Ayat (5) UU Pilpres yang berbunyi, pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan setelah pemilu legislatif.

Menurut Hamdan Zoelva, pasal itu bertentangan dengan Pasal 22 E Ayat (1) dan (2) UUD 45 yang intinya, pemilihan umum dilaksanakan setiap lima tahun sekali, untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan DPRD.

Jadi, Hamdan menambahkan, pemilu legislatif dan pilpres seharusnya dilaksanakan serempak jika mengacu kepada UUD 45 yang telah diamandemen itu. "Sebenarnya, pelaksanaan pemilu yang dua tahap pada 2004, yaitu pileg kemudian pilpres, bertentangan dengan konstitusi. Tapi, karena syarat dukungan capres yang diajukan kecil, hanya tiga persen, maka tak ada partai yang dirugikan secara konstitusional," kata Hamdan sebelum mendaftarkan berkas yang dibawanya ke MK.

Sedangkan pada Pilpres 2009, lanjutnya, syarat dukungan capres sangat besar, sehingga melanggar hak konsitusional partai politik peserta pemilu untuk mengajukan calon presiden. "Yang penting terdaftar terdaftar sebagai partai politik peserta pemilu," tandasnya.

Dengan sederet alasan itu, menurut Hamdan, Pemilu Legislatif dan Pilpres 2009 harus dilaksanakan secara bersamaan. "Dengan begitu, semua partai tak perlu berdebat mengenai syarat dukungan capres, mengingat pelaksanaan pileg bersamaan dengan pilpres," tandas bekas anggota DPR ini.

Kata Hamdan, gugatan yang diajukan PBB tidak terlambat, meski pemilu legislatif diperkirakan bakal digelar pada April 2009. "Tak masalah kalau pileg diundur pada Juli, yang penting penyelenggaraannya bersamaan dengan pilpres, sesuai konstitusi yang ada," tegasnya.

Sedangkan Yusril mengingatkan, jika membaca seluruh risalah amandemen UUD 1945, terutama yang menyangkut dua pasal yang digugat itu, tak ada satu pun fraksi di DPR menginginkan pemilu legislatif dan pilpres digelar secara terpisah. "Semua fraksi mengusulkan pelaksanaan pemilu dilaksanakan secara bersamaan setiap lima tahun sekali," tandas bekas menteri sekretaris negara ini.

Jadi, Yusril beralasan, pendaftaran uji materil ke MK bukan semata-mata karena syarat dukungan capres terlalu berat, melainkan karena penyelenggaraan pemilu sudah keluar dari ketetapan konstitusi.

Kendati begitu, dia tak menampik bahwa pendaftaran uji materil ini juga membawa kepentingan politik agar PBB bisa mengusungnya sebagai capres 2009. "Apa pun partainya, dengan syarat dukungan seperti itu akan terasa berat, sedangkan semua partai peserta pemilu berharap bisa mengajukan capres, termasuk PBB," katanya.

Sumber : Rakyat Merdeka | Rabu, 03 Desember 2008, 04:23:38 dalam : http://www.berpolitik.com/news.pl?n_id=18118&c_id=6&param=5KNkC7qLvvWVYXG76kUO

Rabu, 03 Desember 2008

MOU Poldasu, Kejati dan Panwaslu Provinsi Sumatera Utara : Pidana Pemilu Ditindak


 

Penanganan Berlangsung Cepat, Sederhana, dan Berbiaya Ringan

Kepolisian Daerah bersama Kejaksaan Tinggi dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara, Selasa (2/12) di Medan, menandatangani nota kesepahaman bersama tentang penegakan hukum terpadu dan pola penanganan perkara tindak pidana Pemilu Legislatif 2009.

Nota kesepahaman ini dibuat agar penanganan pelanggaran pidana pemilu bisa berlangsung cepat, sederhana, berbiaya ringan, jujur, dan tidak memihak.

Nota kesepahaman ini ditindaklanjuti dengan pembentukan sentra penegakan hukum terpadu yang bertugas antara lain menerima laporan pelanggaran pemilu, meneliti, menyidik, dan menyerahkan kepada jaksa penuntut umum. Dalam nota kesepahaman juga diatur, setelah melakukan penelitian, sentra penegakan hukum hanya membutuhkan waktu sehari untuk meneruskan laporan pelanggaran pemilu kepada penyidik agar diterbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP).

Dalam hal terjadi pelanggaran pemilu yang tidak termasuk pidana maka laporan tersebut ditangani Panwaslu. Sentra penegakan hukum terpadu yang langsung meneliti dan mengklasifikasi setiap laporan pelanggaran, apakah memenuhi unsur pidana atau cukup ditangani Panwaslu.

Selain di tingkat provinsi, sentra penegakan hukum terpadu juga dibentuk di tingkat kabupaten/kota. Penanganan perkara tindak pidana yang dilaporkan kepada sentra penegakan hukum terpadu berkedudukan di Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumut untuk tingkat provinsi dan Satuan Reserse Kriminal Polres atau Poltabes di tingkat kabupaten/kota.

Penandatanganan nota kesepahaman ini dihadiri perwakilan partai politik peserta pemilu dan Gubernur Sumut Syamsul Arifin beserta jajarannya. Kepala Polda Sumut Inspektur Jenderal Nanan Soekarna mengharapkan, pembentukan sentra penegakan hukum terpadu ini jangan memicu terjadinya pelanggaran pemilu. "Saya malah berharap sentra penegakan hukum terpadu ini tidak ada kerjanya," ujar Nanan.

Kepada perwakilan partai politik, Nanan meminta mereka sudah mulai bersikap adil dan menghargai aturan. Dia mengungkapkan, dalam aturannya setiap partai politik hingga calon legislatif yang melakukan pemasangan atribut harus melapor kepada polisi. "Sampai hari ini belum ada satu pun yang melapor, tetapi alat peraga sudah dipasang di mana-mana. Apa ini mesti juga harus saya usut?" katanya.

Nanan mengatakan, tanggung jawab polisi untuk mengamankan pemilu legislatif di Sumut bukan main-main. "Jika ada apa- apa saya yang dicopot," ujarnya.

Syamsul juga meminta kepada semua partai politik peserta pemilu dan calon legislatifnya untuk tetap menjaga kondisi damai di Sumut. "Saya yakin tidak ada satu pun partai politik yang berniat menghancurkan bangsa ini," katanya. (BIL)

Sumber : http://cetak.kompas.com


 

Salurkan Aspirasi Politik Anda, Mari Bergabung bersama Kami Partai Bulan Bintang

Permendagri No 24 Tahun 2009 Ttg Pedoman Cara Perhitungan Bantuan Kauangan Parpol Dlm APBD