Faham Liberal yang selalu menyerukan slogan "main tanpa wasit" sebenarnya sebuah sistem berpikir yang kacau-balau karena meletakkan sebuah kebenaran mutlak pada ranah abu-abu yang serba relatif. Berbalik 180 derajat dari faham Literal yang sangat eksklusif, faham ini sangat Inklusif sehingga apa saja bebas masuk, paling mudah jika dianalogikan sebagai "tong sampah ideologi".
Menurut faham ini "bebas" berarti semuanya boleh berbuat, berpikir, berpendapat dan tak seorangpun boleh melarang serta menyalahkannya, bebas, lepas, tanpa batas. Sebuah konsep yang sama sekali tidak dapat diterapkan dalam aspek kehidupan apapun, bahkan jika diaplikasikan dalam sebuah permainan ular-tangga sekali pun konsep ini tidak akan support.
Liberalis yang merupakan saudara kandung Sekularis dan Pluralis sejatinya merupakan ekspresi "kejenuhan beragama" yang dikemas begitu apik oleh para pemeluknya sehingga terkesan ilmiah, masuk akal, dan reliable. Lalu atas nama kebebasan, paham ini membuka lebar pintu ijtihad bagi siapa saja (inilah terjemahan dari "tong sampah ideologi").
Maka tidak heran ketika datang seorang nabi palsu paham ini turut membenarkannya, ketika ada penolakan Al-Qur'an paham ini turut mendukungnya, bahkan ketika Allah dan rasul-Nya dilecehkan maka paham ini akan mengamininya, semuanya legal, baik, benar, dan semuanya atas nama kebebasan berijtihad.
Dalam surat al-A'râf: 176 kaum yang mendustakan ayat kebenaran seperti ini diibaratkan seperti yang selalu menjulurkan lidah dalam segala kondisi (in tahmil 'alaihi yalhats au tatruk-hu yalhats). Selain terlalu menuhankan akal, Liberalis juga terlampau keblinger dalam menempatkan posisi rasio-empiris dalam tataran unreachable area (transendental), seluruh teks harus sesuai dengan akal, jika tidak maka harus diakal-akali, jika tidak bisa diakali maka akal itu sendirilah penentunya.
Wahyu adalah nomor seratus sekian jauh di bawah akal. Lalu atas dalih 'maslahat' versi Liberal apapun menjadi halal, mulai dari Homo-Lesbi hingga Trinitas-Trimurti. Ending-nya faham ini akan tampil sebagai pahlawan kesorean yang serta-merta memproklamirkan diri sebagai generasi progresif, inklusif, menyegarkan, membebaskan. Sebuah lagu lama yang terlampau kadaluwarsa untuk diusung.
Sumber : http://www.berpolitik.com/viewnewspost.pl?nid=18144¶m=Zj0evRMIZueZYHhVcemz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar