Kamis, 07 Agustus 2008

Mewaspadai Neoliberalisme: Tentang Kerakyatan Dan Demokrasi Ekonomi (Artikel 2)

Doktrin Kerakyatan: Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi

Doktrin Kerakyatan: Sekali lagi, siapa yang disebut "rakyat"? Pertanyaan semacam ini banyak dikemukakan secara sinis oleh sekelompok pencemooh yang biasanya melanjutkan bertanya, "bukankah seorang konglomerat juga rakyat?" Tentu seorang konglomerat adalah bagian dari rakyat! Namun perekonomian konglomerat bukanlah perekonomian rakyat.

Doktrin kerakyatan Indonesia berada dalam paham kolektivisme atau kebersamaan.

Kedaulatan ada di tangan rakyat. Dengan kata lain "rakyat" adalah konsepsi politik, bukan konsepsi aritmatik atau statistik. Rakyat tidak harus berarti seluruh penduduk. Rakyat dapat berarti "the common people", atau rakyat adalah "orang banyak". Pengertian rakyat berkaitan dengan "kepentingan publik", yang berbeda dengan "kepentingan orang-seorang". Pengertian rakyat mempunyai kaitan dengan kepentingan kolektif atau kepentingan bersama (mutual interest). Ada yang disebut "public interest" atau "public wants", yang berbeda dengan "private interest" dan "private wants". Sudah lama pula orang mempertentangkan antara "public needs" (yang berdimensi domain publik) dan "individual privacy". Istilah "rakyat" memiliki relevansi dengan hal-hal yang bersifat "publik" itu. "Kepentingan publik" akan identik dengan "kepentingan pemerintah" hanya apabila berlaku good governance sepenuh-penuhnya. Jelaslah mengapa posisi rakyat adalah substansial.

Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi: Republik Indonesia menjunjung tinggi demokrasi, menjunjung tinggi Kedaulatan Rakyat (Volkssouvereiniteit). Namun paham demokrasi Indonesia tidak berdasar pada individualisme konsepsi Rousseau, tetapi berdasar suatu semangat persatuan sebagai bangsa, yang awalnya adalah reaksi bersama terhadap imperialisme dan kapitalisme Barat. Demokrasi Indonesia adalah demokrasi sosial, berdasar kebersamaan (kolektiviteit), bukan demokrasi liberal berdasar individualisme.

Demokrasi mengandung makna esensial, yaitu partisipasi dan emansipasi. Perlu ditegaskan bahwa tidak akan terjadi partisipasi rakyat yang genuine tanpa disertai emansipasi.

Demokrasi politik saja tidak cukup mewakili rakyat yang berdaulat. Demokrasi politik hams dilengkapi dengan Demokrasi Ekonomi. Tanpa demokrasi ekonomi maka akan terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi pada satu atau beberapa kelompok yang kemudian akan membentukkan kekuasaan ekonomi yang bisa "membeli" atau "mengatur" kekuasaan politik.

Dalam sistem ekonomi berdasarkan Demokrasi Ekonomi tidak menghendaki adanya "otokrasi ekonomi", sebagaimana pula di dalam sistem politik berdasar Demokrasi Politik maka tidak dikehendaki adanya "otokrasi politik".

Baca Selanjutnya

Tidak ada komentar:

Salurkan Aspirasi Politik Anda, Mari Bergabung bersama Kami Partai Bulan Bintang

Permendagri No 24 Tahun 2009 Ttg Pedoman Cara Perhitungan Bantuan Kauangan Parpol Dlm APBD