R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan penetapan kursi DPR tahap III oleh KPU mengejutkan banyak pihak. Beberapa public figure yang sempat dinyatakan lolos ke parlemen harus menggigit jari karena kehilangan jabatannya.
Peringatan kesalahan metode penghitungan kursi DPR oleh KPU sebenarnya telah lama didengungkan para penggiat pemilu. Namun, KPU bergeming. Penghitungan tahap III tetap digelar dengan bertumpu pada peraturan KPU Nomor 259/Kpts/KPU/2009 tentang Penetapan Perolehan Kursi Partai Politik Pemilu Legislatif.
Namun semua itu akhirnya dibatalkan oleh Keputusan MK. Dengan putusan MK tersebut, maka kursi parlemen yang semula akan diduduki sejumlah public figure, termasuk Agung Laksono dari Golkar, terancam berpindah tempat. Putusan MK itu merupakan wujud pengabulan terhadap gugatan yang diajukan oleh beberapa caleg dari PAN, Partai Gerindra, PKB, PPP, dan Partai Golkar, yang merasa dirugikan.
Dalam operasionalnya, penghitungan tahap III yang diterapkan KPU memberikan kursi kepada calon yang memperoleh suara terbanyak di daerah pemilihan yang masih memiliki sisa kursi. Pola penghitungan ini ditetapkan KPU sesaat menjelang penetapn kursi DPR RI. Dengan pola KPU ini, dalam penelitian Center for Electoral Reform (Cetro), maka terdapat perubahan kursi di 26 dapil.
Putusan MK Kamis (11/6) menyatakan, telah terjadi perbedaan penafsiran antara para pemohon dengan KPU dalam penerapan Pasal 205 ayat 5, ayat 6 dan ayat 7 UU 10/2008. Atas kesalahan penerapan pasal tersebut dapat mempengaruhi perolehan kursi parpol di DPR.
Bunyi Pasal 205 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2008 adalah: “Dalam hal masih terdapat sisa kursi setelah dilakukan penghitungan tahap kedua, maka dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap ketiga dengan cara seluruh sisa suara Partai Politik Peserta Pemilu dikumpulkan di provinsi untuk menentukan Bilangan Pembagi Pemilih DPR yang baru di provinsi yang bersangkutan.”
MK menegaskan penentuan perolehan kursi dalam penghitungan suara tahap III di tingkat provinsi adalah sisa suara dari semua dapil di provinsi tersebut. Ini jelas bertolak belakang yang dilakukan KPU dengan menghitung hanya di dapil yang memiliki sisa kursi, tidak seluruh dapil di provinsi tersebut.
Merespons putusan MK itu, KPU mengaku akan mempelajari terlebih dahulu. Namun sepertinya KPU tetap cenderung menggunakan penghitungan yang selama ini dilakukan. “Nanti kami pelajari dulu. Tetapi biasanya putusan MK itu berlaku sejak ditetapkan,” ujar anggota KPU Andi Nurpati, di Jakarta.
Menurut Andi, jika putusan MK tidak berlaku surut, maka apa yang telah ditetapkan KPU tidak akan berubah. Menurut dia, peraturan KPU tentang penetapan perolehan kursi merupakan terjemahan dari UU No 10/ 2008 tentang Pemilu Legislatif. Karena itu, lanjutnya apabila ada peraturan yang tidak sesuai, maka koreksi dapat dilakukan sejak awal.
Pendapat KPU sepertinya juga mendapat dukungan dari mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursidan Baldan. Menurut politisi Partai Golkar tersebut, putusan MK soal penetapan kursi telah melampaui kewenangan dalam hal sengketa pemilu.
“Kewenangan MK hanya terkait sengketa hasil berdasar sengketa yang menyangkut penghitungan angka rekapitulasi, bukan pada peraturannya. Itu wewenang KPU,” tandasnya, Jumat (12/6) di Jakarta.
Ia menjelaskan, saat pembahasan RUU Pemilu, soal sisa suara di dapil yang masih memiliki sisa kursi yang bisa diikutkan dalam penghitungan berikutnya (tahap III). Menurut dia, jika di dapil telah habis kursinya, maka tak perlu lagi diikutkan dalam penghitungan tahap berikutnya.
Putusan MK yang bersifat final dan mengikat (final and binding) di satu sisi serta peran MK hanya menerapkan soal sengketa suara dalam Pemilu, sepertinya akan menjadi polemik atas penetapan kursi DPR ini.
Jika dirunut ke belakang, masalah ini berawal dari perubahan pola penghitungan kursi DPR oleh KPU sesaat menjelang pertemuan dengan DPR. Bahkan Cetro menilai perubahan mekanisme yang dilakukan KPU hanya untuk menguntungkan calon tertentu dan merugikan calon lain. Jika tudingan itu terbukti, independensi KPU memang patut dipertanyakan. [P1]
Sumber : http://pemilu.inilah.com/berita/2009/06/12/114962/batu-sandungan-caleg-dari-mk/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar