Minggu, 20 Mei 2012

Berkah di balik kasus korupsi untuk si nomor dua di daerah (Wakil Kepala Daerah)


Sesuai kajian Kemendagri, ada sejumlah pemicu bagi kepala daerah untuk melakukan praktik korupsi. Salah satunya akibat beragam latar belakang si kepala daerah yang minim pemahaman serta kemampuan birokrasi serta sistem regulasi keuangan daerah.


PERSELINGKUHAN kekuasaan demi mengejar materi menjadi tren yang makin mengkhawatirkan. Betapa tidak, hingga 2012 sedikitnya 173 kepala daerah (tingkat I dan tingkat II), tersandung perkara korupsi.

Dibalik prahara pasti ada makna. Demikian pula dengan rentetan kasus korupsi yang menimpa elite birokrasi di tanah air. Setidaknya, jika kasus korupsi itu menyeret orang nomor satu di pemerintahan di daerah, tentunya akan berimbas kepada orang nomor dua di institusi pemerintahan daerah.

Orang nomor dua di pemerintahan daerah bakal mendapat durian runtuh dari kasus korupsi yang dialami atasannya itu.

Sesuai kajian Kemendagri, ada sejumlah pemicu bagi kepala daerah untuk melakukan praktik korupsi. Salah satunya akibat beragam latar belakang si kepala daerah yang minim pemahaman serta kemampuan birokrasi serta sistem regulasi keuangan daerah.

"Misalnya, kepala daerah dengan latar belakang pengusaha dan artis. Mereka terjebak kasus korupsi lantaran keputusan yang diambil ternyata melanggar aturan yang berlaku. Sementara, mereka sebetulnya tidak punya niatan melakukan korupsi," ujar juru bicara Kemendagri, Reydonnyzar Moenek di Jakarta, baru-baru ini.

Daftar hitam
Kemendagri mencatat, hingga 2012 sedikitnya 173 kepala daerah tingkat I dan tingkat II di Indonesia tengah dibelit perkara korupsi. Ke-173 kepala daerah itu terdiri dari berbagai status, yakni tersangka, terdakwa, hingga terpidana. Beberapa diantaranya ada yang sudah menjalani vonis.

Berdasarkan data Kemendagri, sedikitnya tujuh kepala daerah tingkat I di Pulau Sumatera terkena kasus korupsi. Mereka adalah Gubernur Aceh Abdullah Puteh; Gubernur Sumatera Barat, Zaenal Bakar yang sempat menjadi tersangka kasus korupsi APBD 2002. Selanjutnya Gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin dalam kasus APBD Langkat; dan� Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamuddin yang tersangkut kasus dana PPB/BPHTB.

Berikutnya Gubernur Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran; Gubernur Sumatera Selatan, Syahrial Oesman (kasus dugaan suap alih fungsi hutan lindung menjadi pelabuhan Tanjung Api-api) dan Gubernur Riau Saleh Djasit (kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran). Teranyar, Gubernur Riau, Rusli Zainal dicekal KPK dalam kasus suap Perda PON Riau.

Hanya Jambi dan Bangka Belitung saja yang gubernurnya tidak tersangkut kasus korupsi. Dengan catatan, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP pernah dimintai keterangan KPK terkait kasus pengadaan tanah untuk pembangkit listrik tenaga uap di Lampung Selatan pada 2007.

Sedangkan gubernur di luar wilayah Sumatera yang juga pernah tersangkut kasus korupsi antara lain adalah Gubernur Sulawesi Utara AJ Sondakh; Gubernur Banten, Djoko Munandar; Gubernur NTB, Lalu Serinata; Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi; Gubernur NTT Peit A Tallo; Gubernur Kalimantan Timur, Suwarna AF; Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan, Gubernur Kalimantan Selatan, Sjachriel Darham; Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek; dan Gubernur Kalimanten Selatan Rudy Arifin, yang belakangan kasusnya di-SP3.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM) Laras Susanti mengakui, pelaku terbanyak dalam praktik korupsi adalah kepala daerah. Para elite lokal ini, tutur Laras, seringkali melakukan penyalahgunaan jabatan untuk mengeruk kekayaan daerah untuk kepentingan pribadi.

Minimnya sistem pengawasan di daerah diduga ikut melanggengkan praktik kotor para elite pemerintahan daerah. Ironisnya, generasi muda yang diharapkan dapat menjadi pengawas, tak sedikit yang justru masuk dalam lingkaran korupsi. "Yang muda yang akhirnya korup, ini yang harus segera diubah," tandas Laras.

Durian runtuh
Dari 173 kepala daerah yang tersandung perkara hukum, sekitar 70% di antaranya telah diputus di pengadilan dan sudah harus diberhentikan. Dengan adanya ketentuan pemecatan terhadap kepala daerah yang naik status menjadi terdakwa korupsi, memberi secercah peluang bagi wakilnya untuk menggantikan posisi mantan atasannya di daerah.

Setidaknya, itu yang dialami oleh Wakil Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang sempat menjadi Plt Wali Kota Bekasi. Pasalnya, mantan bosnya di Kota Bekasi, Mochtar Mohammad sudah mendapat kekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung dengan dinyatakan bersalah dan dikenakan hukuman penjara selama 6 tahun, setelah sebelumnya mendapat vonis bebas di PN Tipikor Bandung, Jawa Barat. Pemecatan Mochtar Mohammad sebagai Wali Kota Bekasi berdasarkan SK Mendagri Nomor: 131.32.329 tahun 2012 tertanggal 5 April 2012.

Sekadar diketahui, Mochtar tersandung kasus penyuapan anggota DPRD Bekasi sebesar Rp1,6 miliar serta penyalahgunaan anggaran makan-minum sebesar Rp639 juta untuk memuluskan pengesahan APBD tahun 2010. Mochtar juga diduga memberikan suap sebesar Rp500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian.

Rahmat Effendi akhirnya resmi dilantik menjadi Wali Kota Bekasi, pada hari ini. Pelantikannya dipimpin langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, serta dihadiri jajaran Muspida dan DPRD Kota Bekasi. Ikut hadir Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. "Saya yakin, jika kita bersama-sama bergandengan tangan dan terus menjaga integritas, kejujuran serta profesionalisme, ke depan pembangunan Kota Bekasi bisa lebih maju dari sekarang. Karena selain letaknya yang strategis, perkembangan perdangan, bisnis, jasa dan properti di Kota Bekasi demikian pesat. Ini harus kita kawal bersama," ujar Rahmat.

Menurut Rahmat, roda pemerintahan di Kota Bekasi sudah berjalan baik. Kendati demikian, untuk lebih memantapkan roda pemerintahannya, Rahmat meminta seluruh jajaran Pemkot Bekasi untuk menandatangani pakta integritas. "Ini penting agar psikologi masyarakat Kota Bekasi tidak terganggu pascapemberitaan yang demikian besar terkait kepemimpinan sebelumnya. Insya Allah, saya bisa menjalankan amanat yang diberikan ini, dan akan melakukan yang terbaik buat warga Kota Bekasi," tukas Rahmat.
Sumber : Gresnews.Com

Tidak ada komentar:

Salurkan Aspirasi Politik Anda, Mari Bergabung bersama Kami Partai Bulan Bintang

Permendagri No 24 Tahun 2009 Ttg Pedoman Cara Perhitungan Bantuan Kauangan Parpol Dlm APBD