Kata mantan itu kata baru. maksudnya baru digunakan sekitar sepuluhan tahun belakangan ini. Sebelumnya digunakan kata bekas, eks. misalnya kalimat, bekas bupati itu koruptor besar, eks tapol pki dibebaskan dari penjara.
Mungkin saja, kata mantan lebih halus dari kata bekas dan eks. Bayangkan saja kalau seorang presiden disebut pula sebagai bekas presiden, memangnya barang sampai pakai disebut bekas ?
Tapi negeri tetangga kita (malaysia) menyebut veteran dengan laskar tak berguna, masih sedikit halus sebutan bekas dibandingkan dengan laskar tak berguna.
Katanya ada penyakit tertentu, "Post Power Syndrome". Seseorang yang hendak pensiun kemudian menjadi sangat ketakutan. Takut nggak ada jabatan lagi, takut tidak mendapat fasilitas negara lagi, takut tidak menerima gaji (kecuali pensiun), takut penghargaan dari masyarakat berkurang.
Saya pernah mengenal seorang pejabat, setahun sebelum pensiun, dia kesana kemari berusaha agar masa pensiunnya ditunda, malahan dia berusaha mengincar jabatan lebih tinggi, menjadi SEKAB. Nampak sekali kekwatirannya menjadi mantan.
Soalnya, menjadi pejabat memang enak sekali. semua ditanggung negara. jalan-jalan perjalanan dinas ditanggung negara. walau ada rumah pribadi tetap juga diberikan rumah dinas. kalau nggak tinggal dirumah dinas, diganti pula uang kontrak rumah. telpon ditanggung. listrik ditanggung. mobil ditanggung. hanya nyawa saja yang nggak ditanggung.
Saya pikir, pantas saja gubernur sulawesi tengah yang terganjal aturan tidak boleh menjabat untuk periode ketiga, sekarang mengajukan gugatan ke MK soal aturan gubernur hanya boleh dua periode, bahkan ada desas desus, bahwa si guberbur itu akan mencalonkan sebagai wakil gubernur, nah kan ? ada saja jalannya. walau menurunkan diri, jabatan lebih rendah, asalkan tetap ada jabatan. dari pada nggak ada jabatan sama sekali.
SBY nanti 2014 tak boleh mencalonkan diri lagi, kemudian ada usul dari ruhut agar undang-undang di amandemen. mungkin saja sby tidak mau mencalonkan diri lagi, taat pada aturan dan komitmen demokrasi yang sudah disepakati. tapi lain hal pula dengan pengeliling kekuasaan yang mungkin saja sudah keenakan. Ya mereka akan bersusaha agar bosnya lama menjabat, kalau boleh seumur hidup. Alasannya banyaklah : masih mampu menjabat, masih ingin mengabdikan diri untuk bangsa dan negara, masih ada program yang sempat terselesaikan. Namanya saja alasan, bukan soal sulit. Cuma modal ludah saja, apa susah menyampaikan alasan.
Nah, bayangkan saja, sedangkan hanya pengeliling kekuasaan yang mendapatkab jipratan nikmat kekuasaan toh berusaha mati-matiansampai titik darah penghabisan agar bosnya terus menggenggam kekuasaan, apalagi yang bersangkutan, yang memegang kekuasaan tertinggi.
Rupanya kekuasaan itu nikmat sehingga diperebutkan orang. Menjadi mantan sangat dikhawatirkan.
Tapi, itu kan tergantung dari pribadi masing-masing, mungkin tidak semua takut menjadi mantan.
Usman Hasan dalam : Kompasiana 22 Agustus 2010
Mungkin saja, kata mantan lebih halus dari kata bekas dan eks. Bayangkan saja kalau seorang presiden disebut pula sebagai bekas presiden, memangnya barang sampai pakai disebut bekas ?
Tapi negeri tetangga kita (malaysia) menyebut veteran dengan laskar tak berguna, masih sedikit halus sebutan bekas dibandingkan dengan laskar tak berguna.
Katanya ada penyakit tertentu, "Post Power Syndrome". Seseorang yang hendak pensiun kemudian menjadi sangat ketakutan. Takut nggak ada jabatan lagi, takut tidak mendapat fasilitas negara lagi, takut tidak menerima gaji (kecuali pensiun), takut penghargaan dari masyarakat berkurang.
Saya pernah mengenal seorang pejabat, setahun sebelum pensiun, dia kesana kemari berusaha agar masa pensiunnya ditunda, malahan dia berusaha mengincar jabatan lebih tinggi, menjadi SEKAB. Nampak sekali kekwatirannya menjadi mantan.
Soalnya, menjadi pejabat memang enak sekali. semua ditanggung negara. jalan-jalan perjalanan dinas ditanggung negara. walau ada rumah pribadi tetap juga diberikan rumah dinas. kalau nggak tinggal dirumah dinas, diganti pula uang kontrak rumah. telpon ditanggung. listrik ditanggung. mobil ditanggung. hanya nyawa saja yang nggak ditanggung.
Saya pikir, pantas saja gubernur sulawesi tengah yang terganjal aturan tidak boleh menjabat untuk periode ketiga, sekarang mengajukan gugatan ke MK soal aturan gubernur hanya boleh dua periode, bahkan ada desas desus, bahwa si guberbur itu akan mencalonkan sebagai wakil gubernur, nah kan ? ada saja jalannya. walau menurunkan diri, jabatan lebih rendah, asalkan tetap ada jabatan. dari pada nggak ada jabatan sama sekali.
SBY nanti 2014 tak boleh mencalonkan diri lagi, kemudian ada usul dari ruhut agar undang-undang di amandemen. mungkin saja sby tidak mau mencalonkan diri lagi, taat pada aturan dan komitmen demokrasi yang sudah disepakati. tapi lain hal pula dengan pengeliling kekuasaan yang mungkin saja sudah keenakan. Ya mereka akan bersusaha agar bosnya lama menjabat, kalau boleh seumur hidup. Alasannya banyaklah : masih mampu menjabat, masih ingin mengabdikan diri untuk bangsa dan negara, masih ada program yang sempat terselesaikan. Namanya saja alasan, bukan soal sulit. Cuma modal ludah saja, apa susah menyampaikan alasan.
Nah, bayangkan saja, sedangkan hanya pengeliling kekuasaan yang mendapatkab jipratan nikmat kekuasaan toh berusaha mati-matiansampai titik darah penghabisan agar bosnya terus menggenggam kekuasaan, apalagi yang bersangkutan, yang memegang kekuasaan tertinggi.
Rupanya kekuasaan itu nikmat sehingga diperebutkan orang. Menjadi mantan sangat dikhawatirkan.
Tapi, itu kan tergantung dari pribadi masing-masing, mungkin tidak semua takut menjadi mantan.
Usman Hasan dalam : Kompasiana 22 Agustus 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar