Jakarta, MK Online - Para pasangan calon dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang berakhir ricuh itu, akhirnya mencari keadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Semua pihak, tentunya, berharap MK memberikan putusan sesuai hukum dan keadilan.
MK kali ini menggelar sidang panel Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Sibolga tersebut, Kamis (27/05). Perkara yang diregistrasi dengan No.17/PHPU.D-VIII/2010 ini disidangkan oleh Panel Hakim Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, serta M. Akil Mochtar selaku Ketua Panel. Sidang bertempat di ruang sidang pleno gedung MKRI.
Pemohon adalah pasangan calon Walikota/Wakil Walikota Sibolga, nomor urut 3 (tiga), Afifi Lubis dan Haloman Parlindungan Hutagalung. Mereka didampingi oleh beberapa kuasa hukumnya, yakni Roder Nababan, Darwis D. Marpaung, dan N. Horas Tua Siagian. Dari pihak Termohon, hadir Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Sibolga Nadzran beserta beberapa anggota KPU dan tim kuasa hukumnya. Sedangkan Pihak Terkait, adalah pasangan calon terpilih dengan nomor urut 2 (dua), M. Syarfi Hutauruk dan Marudut Situmorang. Pada saat persidangan mereka diwakili oleh tim kuasa hukumnya.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon mendalilkan bahwa telah terjadi kecurangan yang masif, terstruktur dan sistemik yang telah menciderai proses demokrasi dalam Pemilukada Kota Sibolga. Hal itu didasarkan kepada beberapa dugaan pelanggaran dan kecurangan, baik secara administratif maupun pidana oleh Termohon dan/atau Terkait.
“Telah terjadi indikasi penggelembungan suara bagi pasangan calon nomor 2. Hal itu berdasarkan adanya kecurangan dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap), yakni terdapat NIK (Nomor Induk Kependudukan) ganda sebanyak 2.450, kemudian 2.960 NIK dalam proses, dan 182 NIK Tapanuli Tengah,” kata Roder.
“Oleh karena itu, menurut kami perolehan suara bagi pasangan nomor urut 2 bukanlah 20.493 suara atau 46,28% dari suara sah. Tapi, 20.493 dikurang 5.592 (jumlah NIK yang bermasalah) maka hasilnya adalah 14.901. Jadi, seharusnya pemenang adalah pasangan Pemohon,” lanjutnya.
Selain itu, ia pun mendalilkan bahwa pihak Terkait, M. Syarfi Hutauruk, pada saat mengikuti pencalonan tidak memenuhi persyaratan. Hal ini dikarenakan, ia (baca: Syarfi) telah mengajukan surat keterangan pengganti Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) yang ditandatangani oleh Kepala Sekolah dalam kondisi dibawah tekanan. Sehingga, seharusnya surat itu tidak dapat dipergunakan untuk melakukan pencalonan.
”Penandatanganan surat itu dibawah tekanan. Karena kami sudah menanyakan kepada kepala Sekolah yang bersangkutan, ia mengatakan ‘itu bukan tanda tangan saya’,” paparnya.
Tidak Relevan
Termohon pun membantah dalil-dalil dari Pemohon tersebut. Mereka pun mengajukan Eksepsi terhadap Permohonan. “Dalil-dalil Pemohon tersebut tidak signifikan dan tidak ada relevansinya. Karena tidak jelas dan tidak dapat dipastikan apakah pemilik NIK (yang bermasalah) itu memilih nomor urut 2. Dan, apakah suara yang diberikan itu sah atau tidak sah. Sehingga kami berpandangan urian Pemohon tidak jelas dan tidak memenuhi kaidah formal,” tegas Nazrul Ikhsan Nasution, kuasa hukum Termohon.
Berkaitan dengan dalil STTB tersebut, Termohon menyatakan bahwa hal itu tidak benar, karena mereka telah melakukan klarifikasi langsung kepada pihak sekolah yang bersangkutan.
“Tentang syarat pendidikan, Termohon telah melakukan klarifikasi kepada Kepala Sekolah SDN 15304 Pasar Sorkam 1. Pada saat itu kami juga didampingi oleh anggota kepolisian. Pihak sekolah pun mengatakan bahwa STTB itu rusak atau hilang karena banjir, dan mereka menyatakan bahwa nama Syarfi ada dalam nomor induk,” lanjut Nazrul.
Ia pun lalu menegaskan bahwa jika memang diperlukan oleh Majelis, mereka siap menghadirkan bukti video klarifikasi tersebut. “Jika memang dibutuhkan, kami akan hadirkan hasil rekaman klarifikasi pada saat itu,” tegasnya.
Kuasa hukum pihak Terkait pun memberikan tanggapan dengan menyatakan bahwa tentang syarat pendidikan itu merupakan dalil yang sangat tidak kuat, karena Termohon, Syarfi, pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sibolga dan mempunyai titel pendidikan hingga strata satu. “Pemohon jangan terburu-buru memfitnah Termohon atau Terkait. Karena pihak terkait sudah memiliki titel Drs dan pernah sebagai Komisi Empat DPRD. Dan kita tahu, bahwa untuk mengikuti pencalonan ke DPRD persyaratannya pun tidak mudah,” ujar salah satu kuasa hukum pihak Terkait.
Risalah Sidang ke I (Pdf file)
Risalah Sidang ke II (Pdf file)
Putusan Sidang (Pdf file)
Sumber : Mahkamah Konstitusi Online