Sabtu, 14 November 2009

Cicak vs Buaya: Yang Mencuat, Yang Tenggelam

(berpolitik.com): Kasus Bibit-Chandra (cicak versus buaya) sudah seminggu lebih menjadi headline sejumlah media massa nasional. Tak sekadar jadi headline, media memberi intensitas yang tinggi. Ada grafik. Ada foto. Ada berita-berita terkait. Tak ketinggalan tajuk dan artikel tentang soal yang sama.

Tone beritanya tak sulit diduga: negatif terhadap aparat hukum, utamanya yang kena bidik adalah kepolisian. Mereka yang menunjukkan simpati kepada polisi tak ayal kena getahnya juga..

Komisi III DPR adalah contoh sempurna. Membiarkan raker jadi ajang pembelaan polisi membuat mereka menuai celaan.Dari stempel 'Humas Polisi', Hilang kekritisannya hingga sangkaan pun mengalir.

Salah satunya sangkaan itu adalah bahwa DPR memang tak nyaman dengan KPK. Maklum, pada periode lalu, banyak wakil rakyat jadi narapidana. Yang lebih serem dan lengkap dengan siapa aktor yang berada di belakang layar terkait sikap Komisi III juga beredar.

Karena polisi tampaknya keukeuh dengan sikapnya sendiri, pemerintah pun mulai kecipratan noda. SBY selaku atasan kepolisian menuai kritikan nan tajam. Karena Komisi III begitu antusias terhadap polisi, citra DPR secara kelembagaan pun kian terbenam.

Bila DPR dan SBY terkena imbas negatifnya, ada sejumlah isu penting yang mendapat berkah (malapetaka). Hal ini benar-benar tergantung siapa yang melihatnya.

Sebut saja kasus dugaan suap kepada anggota DPR terkait pemilihan Deputi BI yang akhirnya dimenangkan Miranda Gultom. Di waktu lampau, kesaksian Agus Condro (politisi PDIP) telah membuat 'sibuk' banyak pihak dan memeriahkan media massa.

Rupanya, kasus ini masih terus didalami KPK. Miranda sudah dua kali datang. Media memang memberitakannya, tapi nyaris tak ada blow up lagi. Bantahan Miranda dan Tjahjo Kumolo melenggang tanpa sanggahan.

Dalam sepekan ini juga ada isu terkait revisi pilkada. Usulan pilkada serentak makin kecang digulirkan. Meski baru akan berlangsung secepat-cepatnya pada 2011, tak banyak mendapat perhatian.

Padahal, kalau ini terwujud, banyak kepala daerah bakal lungsur sebelum waktunya. Apalagi kalau kemudian wacananya melebar ke pembagian pemilu: pemilu lokal dan nasional. Jika dilaksanakan, anggota DPRD juga bakal dimundurkan sebelum waktunya. Pergolakan bakal terjadi di tingkat lokal, sepertinya. Dan, beruntung, media tak meliriknya sebagai calon berita 'panas'.

Dan, tentu saja, juga ada program 100 hari pemerintahan SBY-Boediono. Meski masih terberitakan, fokus publik tidak terlalu mengarah pada hal ini. Padahal, lazimnya, isu program 100 hari lumayan 'seksi' untuk mengomentari pemerintah secara pedas.

Kalau ada isu yang terkesan diabaikan, ada pula yang coba-coba terus dibangkitkan. Yakni, menyambungkan kasus Century dengan perseteruan cicak versus buaya ini. Kasus Century mau diplot sebagai biang kisruh polisi versus KPK.

Dalam hal mengulas sebuah isu, media sengaja atau tidak selalu meminggirkan beberapa fakta. Dalam urusan cicak versus buaya, media sepertinya enggan melakukan pemilahan.

Sebagaian pihak memang mendukung KPK sebagai institusi, tapi tak mau terlalu jauh hingga mendukung individu. keprihatinan dan perjuangan mereka adalah untuk memastikan KPK tak dilemahkan. Tapi, oleh media, ini digelondongkan semuanya sebagai barisan pendukung Bibit-Chandra. Mungkin untuk mudahnya, media mengabaikan saja fakta kecil ini.

Persis di seberangnya, tak semua polisi dikabarkan "happy" dengan situasi ini. Tapi, suara lain di kepolisian sepertinya enggan diendus dan diwacanakan. Akibatnya, seolah-olah polisi sudah satu sikap pula.

Keengganan atau kegagalan mengendus ini tentu saja punya implikasi yang serius. Hm...
Sumber : berpolitik.com

Tidak ada komentar:

Salurkan Aspirasi Politik Anda, Mari Bergabung bersama Kami Partai Bulan Bintang

Permendagri No 24 Tahun 2009 Ttg Pedoman Cara Perhitungan Bantuan Kauangan Parpol Dlm APBD