Rabu, 01 April 2009

Peraturan KPU No. 15/2009 tentang mekanisme penetapan perolehan kursi, Picu Konflik

01/04/2009 - 04:04

Peraturan KPU Picu Konflik

INILAH.COM, Jakarta - Peraturan KPU No. 15/2009 tentang mekanisme penetapan perolehan kursi, calon terpilih dan penggantian calon terpilih dalam pemilu legislatif 2009, memuat benih-benih konflik.

"Beberapa pasal dalam peraturan KPU No. 15 tahun 2009 harus diperbaiki karena membuka peluang konflik" ujar Profesor Riset Bidang Politik LIPI, Syamsuddin Haris, di Jakarta, Selasa (31/3).

Beberapa pasal tersebut adalah pasal 50 ayat 1 dan 2. Pasal tersebut menegaskan adanya kemungkinan pimpinan pusat parpol menunjuk calon anggota DPR yang terdaftar dalam DCT untuk ditetapkan sebagai caleg terpilih oleh KPU.

Pasal 50 ayat 1 menyebutkan, apabila parpol memperoleh sejumlah kursi, sedangkan nama-nama calon anggota DPR tidak ada yang memperoleh suara sah di daerah pemilihan. Maka nama calon terpilih anggota DPR diusulkan berdasarkan keputusan Pimpinan Pusat parpol peserta Pemilu. Keputusan itu diambil dari nama calon pada DCT anggota DPR daerah pemilih yang bersangkutan, untuk ditetapkan oleh KPU.

Sementara ayat 2 menjelaskan, apabila terdapat dua atau lebih calon anggota DPR memperoleh suara sah yang sama di suatu daerah pemilihan. Maka penentuan calon terpilih anggota DPR diusulkan berdasarkan keputusan Pimpinan Pusat Partai Politik peserta Pemilu, untuk ditetapkan oleh KPU.

Menurut Haris, penunjukkan langsung oleh pimpinan pusat parpol dapat menimbulkan kekecewaan bagi para caleg yang memperoleh suara terbanyak. Belum lagi, caleg tersebut sudah mengeluarkan biaya yang besar dan usaha yang maksimal selama kampanye.

"Pasal ini akan mendistorsi suara pemilih. Solusinya yakni KPU dapat menetapkan calon tanpa mesti menunggu parpol dengan melihat hasil sebaran suara caleg di daerah pemilihan tersebut sehingga peluang konflik dapat diminimalkan", jelasnya. [*/jib]

Sumber : http://www.inilah.com/berita/politik/2009/04/01/95036/peraturan-kpu-picu-konflik/

Senin, 30 Maret 2009

Capres Alternatif Hantui SBY

INILAH.COM, Jakarta – Perlahan tapi pasti, popularitas calon presiden alternatif terus mencorong. M. Jusuf Kalla, Prabowo Subianto, dan Rizal Ramli, nama-nama alternatif di antara kerucut SBY dan Megawati Soekarnoputri, mencuri hati publik.

Gerak laju popularitas Kalla, Prabowo, atau Rizal, nyaris luput dari perhatian masyarakat politik. Namun, tak demikian dengan lembaga riset Reform Institute dan Lembaga Survei Nasional. Mereka melihat, terjadi perubahan positif dalam hal elektabilitas mereka.

Ini berarti, popularitas SBY yang melambung dalam survei-survei sebelumnya, bisa rontok dan tergulung dalam percaturan di medan laga politik. Ini bisa juga berarti harapan bagi perubahan tidaklah mustahil.

"Pergeseran konfigurasi elite itu bisa dilihat dari berbagai survei. Jusuf Kalla, Rizal Ramli, dan Prabowo kian menanjak dalam debut politik dan popularitasnya meski belum menyamai perolehan popularitas SBY," tutur Yudi Latif, Direktur Reform Institute.

Dalam hal ini, Direktur LSN Umar S Bakry MA melihat, hasil survei Pusat Kajian Politik UI yang menyebut bahwa popularitas dan elektabiliats SBY sudah stagnan atau mengkerut, menunjukkan kebenaran sinyalemen para akademisi bahwa SBY cenderung menuju antiklimaks.

Survei Pusat Kajian Politik UI (Puskapol UI) selama minggu kedua masa kampanye 13-20 Maret 2009, menunjukkan stagnasi dukungan pemilih pada Partai Demokrat. Dibandingkan survei yang dilakukan empat lembaga (CSIS, LP3ES, Puskapol UI, dan LIPI pada 8-18 Februari), dukungan pada Demokrat tidak banyak berubah.

Direktur Puskapol UI, Sri Budi Eko Wardhani menyingkapkan bahwa hasil survei pihaknya Demokrat 21,38%, PDIP 17,77%, Golkar 16,56%, Gerindra 4,62%, PKS 4,43%, PKB 4,24%, PPP 4%, PAN 3,61%, Hanura 2,99%, partai lainnya 5,68%. Adapun yang belum menentukan pilihan 14,73%.

Para analis melihat, fenomena Rizal Ramli (RR) yang mulai diperhitungkan dalam bursa capres, sebagai kecenderungan diferensiasi politik. Nama RR mulai diperhitungkan dalam survei LSN, mengalahkan Hidayat Nur Wahid dan Wiranto.

Sebelumnya, RR tidak pernah masuk dalam 10 besar capres yang diperhitungkan. Namun dalam polling terbaru Lembaga Survei Nasional, namanya masuk dalam 6 besar dengan elektabilitas 3,2%.

Sekali masuk dalam survei, Rizal Ramli langsung melewati empat capres lainnya seperti Wiranto (1,5%), Hidayat Nur Wahid (1,2%), Sutiyoso (1,0 %), dan Soetrisno Bachir (0,5%). Sementara capres yang berada di atas Rizal sudah tidak asing lagi seperti SBY dan Megawati yang cenderung stagnan.

Menanggapi hal ini, Rizal, calon presiden Blok Perubahan, melihat sangat mungkin telah terjadi pergeseran konfigurasi para elite dan peta dukungan capres/cawapres secara nasional.

"Publik makin membuka diri terhadap capres alternatif dan pro perubahan. Mungkin karena itu, muncul wacana penghapusan kampanye terbuka pilpres dari pihak-pihak tertentu sebagai titipan politik. Ini menguntungkan sang incumbent (SBY) dan merugikan para capres alternatif yang siap bersaing dengan SBY," kata RR, mantan Menko Perekonomian itu.

Para capres alternatif melihat SBY menjadi kini sebagai tokoh status quo cenderung stagnan dan merosot. Sementara elektabilitas para lawan politik atau oposisi terhadap SBY, terus menguat dan naik secara meyakinkan meski berbagai lembaga survei diduga berusaha mencegat dengan menyebut SBY tetap paling popular dan elektablis.

Ini berarti, masih besar harapan publik bagi perubahan. Namun masalahnya, iklan di media massa dan politik uang menjelang pemungutan suara akan sangat memengaruhi hasil pemilu, sementara kampanye rapat umum tidak akan menambah tingkat pengenalan pemilih terhadap parpol peserta pemilu.

Pemilih diyakini tidak memiliki referensi lebih dari 10 parpol dari 38 parpol nasional peserta pemilu, sehingga politik uang diprediksi marak menjelang pencoblosan 9 April. "Kendala ini akan dihadapi para capres alternatif nantinya," tutur Ray Rangkuti, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima).

Namun demikian, konfigurasi elite yang sudah bergeser, membuat pertarungan pemilu di medan laga, makin menjadi faktor yang bakal menjadi penentunya. Bagaimana hasil akhirnya? [I4] Herdi Sahrasad

Sumber : http://www.inilah.com/berita/politik/2009/03/30/94603/capres-alternatif-hantui-sby/

Nasi Basi Tanda-tanda untuk SBY

INILAH.COM, Jakarta – Adakah ini tanda-tanda zaman? Saat berkunjung ke rumah Abah Anom, salah satu tokoh Jawa Barat, suguhan makanan untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berubah jadi basi. Pengamat sosial dan paranormal melihat sebagai berakhirnya era SBY.

Ini memang peristiwa aneh. Pasalnya, SBY bukan petinggi negara satu-satunya yang pernah berkunjung ke pondok pesantren Abah Anom. Sebelumnya, Wakil Presiden M. Jusuf Kalla juga menyambangi tokoh ulama Jabar itu. Saat itu, suguhan untuk Kalla tak basi sama sekali.

Para ulama dan paranormal biasanya melihat hal itu sebagai suatu pertanda dan sinyal sosio-mistis. Peristiwa itu, dalam tataran sosio-mistis, bisa saja berujung pada simbol delegitimasi.

Apakah SBY akan memerintah lagi? Berdasarkan kisah kunjungan SBY ke rumah Abah Anom itu, para peneliti Islam politik melihat hal itu sebagai pesan simbolik religio-politik bahwa sangat mungkin SBY tak terpilih kembali karena memang prestasinya biasa-biasa saja.

"Bahkan tatkala anggaran pendidikan dinaikkan 20%, ternyata angka anak putus sekolah meningkat. Tatkala swasembada pangan digembar-bemborkan berhasil, ternyata banyak orang makan nasi aking dan petani makin miskin. Ini paradoks, ada yang tidak beres," kata Airlangga Pribadi MA, pakar politik Universitas Airlangga Surabaya.

Paranormal Ki Joko Bodo pun menanggapi peristiwa itu sebagai tanda-tanda. Saat ini, katanya, rakyat menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional, adanya perubahan. Ki Joko Bodo melihat SBY tidak akan memerintah dua kali. Bahkan ia menegaskan bahwa periode pemerintahan SBY tidak akan terulang kembali.

Secara simbolik, isu nasi basi itu memang bisa menjadi menu politik yang meluas dalam wacana publik. Isu makanan basi itu seakan menguatkan sinyalemen bahwa ada yang disembunyikan dalam berbagai iklan politik Partai Demokrat perihal keberhasilan pembangunan dan lanjutannya, yang tak terbaca oleh publik.

Dan harus diakui, selama lima tahun pemerintahan SBY, nyaris tidak ada oposisi yang berarti untuk mengoreksi berbagai kelemahan dalam pemerintahannya. Dari segi gagasan dan kekuatan kata-kata, oposisi PDIP jelas tak sebanding dengan popularitas SBY. "PDIP belum bisa menjadi oposisi sepadan atas pemerintahan SBY," kata Ari Bainus MA, dosen FISIP Universitas Padjadjaran.

Di sisi lain, sementara angka kemiskinan dan pengangguran bergerak naik, justru iklan politik SBY di media massa menyuguhkan hal-hal sebaliknya. Iklan SBY dan Demokrat hampir semua mengusung slogan keberhasilan pembangunan yang dikatakan nyaris tanpa cela.

Bukan hanya itu saja, dalam politik imagologi (pencitraan) SBY dan Partai Demokrat juga dilaporkan berbagai lembaga survei sebagai sosok dan partai terpopuler. Bahkan LSI Saiful Mujani, LSN, LSI Denny JA, Cirrus dan lembaga survei lainnya, masih menempatkan SBY di urutan pertama elektabilitas di Pilpres 2009. Walhasil, banyak pernik dan paradoks dalam pemerintahan SBY dan oposisi terhadapnya.

Namun demikian, dengan peristiwa 'makanan basi' di pesantrean Abah Anom itu, muncul prediksi berbeda dalam ramalan paranormal Ki Joko Bodo. Menurut Ki Joko Bodo, posisi SBY kini terancam digantikan Jusuf Kalla atau sosok lainnya.

Berdasarkan cerita salah satu tokoh Jawa Barat, secara terpisah, SBY dan JK menggelar kampanye dan menyempatkan diri mampir ke kediaman kiai kharismatik Abah Anom di Tasikmalaya untuk meminta restu.

Entah apa maksudnya, kata Ki Joko Bodo, namun terkesan ada pembusukan di dalam diri dan politiknya SBY. Buktinya, makanan yang disuguhkan Abah Anom kepada SBY berubah basi semua. "Apa yang dimakan itu pasti akan sesuai dengan apa yang pernah dilakukan," kata Ki Joko Bodo.

Para analis politik mengakui, SBY dan JK adalah sosok pemimpin yang sama-sama kuat. Baik dari sisi personal maupun lembaga. Namun, Joko Bodo mengakui bahwa salah satu pihak lebih unggul dari lainnya.

"Saya bukan pro siapa-siapa, tapi saya melihat SBY itu orangnya kalem, namun penuh keragu-raguan. Dia itu terus dibayang-bayangi oleh bisikan-bisikan tertentu dari orang-orang sekitarnya. Jadi sudah tidak tegas, ditambah banyak bisikan sana-sini. Bisa kita bayangkan," tuturnya.

Kini, kata Ki Joko Bodo, semua ada di tangan Tuhan. Arus perubahan untuk sebagian besar ditentukan oleh para pemilih dan masyarakat sendiri. "Saya melihat, rakyat Indonesia ingin presidennya berganti. Mau baik atau buruk, pokoknya ganti," tukasnya.

Jika demikian, ada baiknya Presiden SBY dan Partai Demokrat mencamkan pesan simbolik religio-politik dari kejadian di pesantren Abah Anom dan tidak pula menganggap remeh ramalan Ki Joko Bodo ini. [I4]

Sumber : http://www.inilah.com

Rabu, 25 Maret 2009

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 15 TAHUN 2009

SETELAH MELALUI PERDEBATAN YANG MELELAHKAN, AKHIRNYA KPU MENGELUARKAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN DAN PENGUMUMAN HASIL PEMILIHAN UMUM, TATACARA PENETAPAN PEROLEHAN KURSI, PENETAPAN CALON TERPILIH DAN PENGGANTIAN CALON TERPILIH DALAM PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN/KOTA TAHUN 2009

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 15 TAHUN 2009

Sabtu, 14 Maret 2009

Pemilu 2009 : Total Jumlah Pemilih 171.265.442 Orang

Ketua Komisi Pemilihan Abdul Hafiz Anshary, mengatakan total pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap sebanyak 171.265.442 orang.

"Jumlah pemilih ini bertambah 196.775 orang dari daftar pemilih yang telah kami tetapkan 24 November lalu," kata Hafiz dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Kamis (12/3).

Menurut dia, daftar pemilih dalam negeri mengalami perubahan menjadi bertambah 230.820 orang. Sebanyak 10 provinsi mengalami penurunan jumlah pemilih, sedangkan sisanya bertambah. Sembilan provinsi yang mengalami pengurangan jumlah pemilih adalah Kepulauan Riau, Jambi, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Papua.

Sedangkan pemilih di luar negeri berkurang 34.045 orang. Pengurangan ini, kata Hafiz, terjadi karena banyak warga negara Indonesia kembali ke tanah air. "Di sejumlah negara juga banyak warga negara kita terkena imbas pengurangan jumlah pegawai," katanya.

Pada 24 November 2008, Komisi Pemilihan telah menetapkan jumlah pemilih sebanyak 171.068.667 orang. Belakangan, sejumlah daerah mengajukan perubahan daftar pemilih. Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang Dasar No 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Legislatif, Komisi Pemilihan bisa mengubah daftar pemilih.

Hafiz menjanjikan, perubahan ini hanya berlangsung sekali. Komisi tak akan mengubah lagi daftar pemilih tetap untuk pemilihan anggota legislatif.

Anggota Komisi Pemilihan, I Gusti Putu Artha, mengatakan lembaganya tengah menghitung kebutuhan logistik untuk daerah yang mengalami pertambahan pemilih. Menurut Putu, perubahan ini tak terlalu signifikan. Ia optimistis, surat suara masih bisa dikirim tepat waktu. "Waktu yang tersedia masih cukup panjang," katanya.

Data Jumlah Pemilih di 33 Provinsi

  1. Nanggroe Aceh Darussalam: 3.009.965 orang
  2. Sumatera Utara: 9.180.973 orang
  3. Sumatera Barat: 3.155.148 orang:
  4. Riau: 3.366.383 orang
  5. Kepulauan Riau: 1.131.676 orang
  6. Jambi: 2.086.780 orang
  7. Sumatera Selatan: 5.192.693 orang
  8. Bengkulu:1.214.171 orang
  9. Lampung: 5.351.733 orang
  10. Bangka Belitung: 782.255 orang
  11. DKI Jakarta: 7.026.772 orang
  12. Jawa Barat: 29.002.479 orang
  13. Jawa Tengah: 26.190.629 orang
  14. Daerah Istimewa Yogyakarta: 2.751.761 orang
  15. Jawa Timur: 29.514.290 orang
  16. Banten: 6.581.587 orang
  17. Bali: 2.667.065 orang
  18. Nusa Tenggara Barat: 3.135.420 orang
  19. Nusa Tenggara Timur: 2.760.518 orang
  20. Kalimantan Barat: 3.154.887 orang
  21. Kalimantan Tengah: 1.506.244 orang
  22. Kalimantan Selatan: 2.478.976 orang
  23. Kalimantan Timur: 2.349.862 orang
  24. Sulawesi Utara: 1.679.814 orang
  25. Sulawesi Tengah: 1.658.693 orang
  26. Sulawesi Selatan: 5.630.977 orang
  27. Sulawesi Barat: 753.203 orang
  28. Sulawesi Tenggara: 1.487.818 orang
  29. Gorontalo: 688.272 orang
  30. Maluku: 1.020.421 orang
  31. Maluku Utara: 691.863 orang
  32. Papua: 2.064.532 orang
  33. Papua Barat: 521.735 orang

Jumlah Pemilih Dalam Negeri = 169.789.593 orang

Jumlah Pemilih Luar Negeri = 1.475.847 orang

Jumlah Pemilih = 171.265.442 orang

Jumlah Tempat Pemungutan Suara Dalam Negeri: 519.047

Jumlah Tempat Pemunguran Suara Luar Negeri: 873

Jumlah Tempat Pemungutan Suara: 519.920

Sumber: Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum No 164/Kpts/KPU/TAHUN 2009 tanggal 7 Maret 2009 tentang Rekapitulasi Badan Pelaksana dan Daftar Pemilih Tetap dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota tahun 2009

http://www.pemiluindonesia.com/pemilu-2009/pemilu-2009-total-jumlah-pemilih-171265442-orang.html

Minggu, 01 Maret 2009

KPU Tunggu Perppu Sampai Akhir Februari 2009

Jakarta, kpu.go.id. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunggu pemerintah  menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sampai akhir Februari 2009. Perppu ini akan mengatur tentang  penandaan surat suara lebih dari satu kali, perbaikan daftar pemilih tetap (DPT), dan penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.

KPU memutuskan jika sampai akhir Februari 2009 Perppu tidak terbit, KPU akan terus melanjutkan tahapan Pemilu. "Ini keputusan kami. Ada atau tidaknya Perppu, KPU akan tetap keluarkan peraturan. Kami tidak mungkin terus menunggu Perppu. Yang jelas, Pemilu 9 April harus tetap dilaksanakan," tegas Hafiz dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR di Gedung DPR Jakarta, Selasa malam (24/02). Hadir juga Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, anggota KPU Endang Sulastri, Andi Nurpati, I Gusti Putu Artha, Syamsul Bahri, Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini. 

Menurut Hafiz, Perppu diperlukan hanya untuk mengamankan suara pemilih agar sah, melindungi calon-calon terpilih agar tidak digugat, dan melindungi hak masyarakat yang sudah terdaftar tetapi tidak masuk DPT. Penandaan lebih dari satu kali, perbaikan DPT, dan penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak perlu payung hukum agar keputusan KPU yang mengatur tentang hal itu punya landasan hukum.

 "Dalam sudut pandang KPU, ketiga hal ini perlu diatur dalam Perppu. Peraturan KPU mengenai ketiga hal ini sudah ada, tapi belum kami luncurkan karena menunggu Perppu," ujar Hafiz. 

KPU tidak melihat ada klausul dalam undang-undang yang memungkinkan KPU mengubah DPT tanpa Perppu. Kenyataan di lapangan masih terdapat pemilih yang sudah terdata dan terdaftar, tetapi tidak masuk dalam DPT. "Satu-satu jalan keluar untuk melakukan perbaikan (DPT) adalah dengan Perppu. Ini untuk menghindari terjadinya gejolak di masyarakat," kata Hafiz. 

Perbaikan DPT akan terkait dengan logistik. KPU tidak bisa mencetak surat suara melebihi DPT yang ada saat ini. Sebab itu, Perppu sangat mendesak untuk diterbitkan agar KPU bisa mengantisipasi penambahan surat suara. Masa kontrak kerja logistik (pencetakan dan distribusi surat suara) hanya 35 hari. Kalau lebih dari  itu, KPU akan kesulitan untuk menambah logistik, karena ditargetkan pada 9 Maret 2009 semua surat suara sudah sampai di kabupaten/kota. 

Mengenai penetapan calon berdasarkan suara terbanyak sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Perppu perlu untuk menghindari polemik yang mungkin terjadi setelah KPU mengeluarkan peraturan. Saat ini, masih menjadi perdebatan boleh tidaknya KPU membuat peraturan mengenai penetapan calon berdasarkan suara terbanyak tanpa Perppu. "Perppu hanya penguat saja. Yang kami hindari adalah polemik setelah KPU mengeluarkan peraturan. KPU bukan legislator, tapi hanya regulator," ujar Hafiz. 

Untuk masalah penandaan dua kali, Perppu diperlukan untuk melindungi suara pemilih. Dari hasil simulasi, masih banyak terdapat pemilih yang menandai dua kali (menandai calon dan partai politiknya). Penandaan satu kali (pada nama calon) tidak diubah karena itu esensi dari UU, tetapi jika ditemukan penandaan dua kali (menandai kolom calon dan kolom partai) dianggap sah. "Kalimatnya, apabila ditemukan penandaan lebih dari satu kali (menandai calon dan partai politiknya) dianggap sah. Sosialisasinya tetap satu kali (pada nama calon)," jelas Hafiz.   

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri memastikan masalah penandaan dan perbaikan DPT akan diatur dalam Perppu. Sementara mengenai penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, pemerintah berpendapat cukup diatur dalam Peraturan KPU sesuai kewenangan yang diberikan Pasal 213 UU No.10/2008.  "Perppu ini bukan berarti mengggugurkan aturan yang lama. Misalnya pemberian tanda, itu  hanya klausul untuk pengamanan. Sosialisasi tetap satu kali, " ujar Mardiyanto. Ia mengatakan, secepatnya Perppu dikirim ke DPR untuk dibahas dan diputuskan, sebelum DPR memasuki masa reses (3 Maret 2009). 

Anggota Komisi II yang juga mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, masalah penandaan lebih dari satu kali harus diatur dalam Perppu. Namun, menurutnya,  penetapan calon berdasarkan suara terbanyak dan perbaikan DPT cukup diatur dalam peraturan KPU saja. "Perbaikan DPT dan penetapan calon terpilih cukup dengan Peraturan KPU saja," ujar Ferry.

Sumber : http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6093&Itemid=1

Rabu, 25 Februari 2009

Prof. Yusril Ihza Mahendra Pesimistis Jadi Capres


JAKARTA (SINDO) - Akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK),Ketua Majelis Syura Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra pesimistis maju sebagai calon presiden.

"Kami tidak bisa ngotot pakai hitungan matematika. Tapi soal rencana lain, nanti dibahas," ungkap mantan Menteri Sekretaris Negara ini kepada SINDO di Jakarta tadi malam.

Ketidaksiapan Yusril maju sebagai capres tersebut dipicu keputusan MK yang menolak pengajuan uji materi UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, terkait syarat pengajuan pasangancapres- cawapresolehpartai politik (parpol) atau gabungan parpol sebanyak 20% perolehan kursi DPR atau 25% perolehan suara nasional berdasarkan hasil Pemilu Legislatif.

Dengan putusan MK tersebut, menurut dia, semua capres harus menunggu perkembangan politik yang akan terjadi. Salah satunya dengan menanti hasil perolehan suara Pemilu Legislatif 9 April mendatang. "Semua kandidat,termasuk SBY,sedang pusing untuk mendapat dukungan syarat capres itu," imbuh Yusril yang pada 16 Juli 2008 dicalonkan sebagai presiden dalam musyawarah kerja nasional (Mukernas) PBB.

Terkait kemungkinan mengubah keputusan pencalonannya, Yusril mengakui hal itu sangat mungkin terjadi. Namun,belum ada putusan resmi partainya untuk tidak mencalonkan dirinya sebagai capres.Dia juga mengakui bahwa rencana awal PBB memang mengusung dirinya sebagai capres.Namun, bagi dia,fakta di lapangan berubah setelah putusan MK menolak uji materi UU Pilpres yang diajukan DPP PBB.

Sebelumnya Ketua Umum DPP PBB Malam Sambat Kaban mengatakan, pencalonan Yusril dari PBB bisa ditinjau kembali dalam Mukernas PBB setelah pemilu legislatif. Meski demikian,dia masih mengakui Yusril sebagai calon internal PBB karena sudah diputuskan dalam Mukernas.

Namun, syarat dukungan capres berdasarkan UU Pilpres mengharuskan parpol atau gabungan parpol memperoleh dukungan 20% jumlah kursi DPR.Dalam Mukernas mendatang, PBB akan memutuskan dukungan politiknya kepada salah satu capres yang diusung partai lain. Menurut Wakil Sekjen DPP PBB Jurhum Lantong, partainya lebih cenderung memilih SBY pada Pilpres mendatang.

Hal ini juga menunjukkan bahwa antara SBY dan Yusril masih terjalin hubungan yang harmonis. "Kami cenderung memilih SBY dibanding JK (Jusuf Kalla), tapi bukan berarti secara resmi kami sudah mendukung SBY," ujar Jurhum di Jakarta kemarin.

Pernyataan Jurhum disampaikan seusai mengikuti pertemuan tertutup antara Majelis Syura (MS) PBB dengan jajaran DPP PBB di sela acara lokakarya nasional "Membangun Bangsa yang Demokratis dan Bermartabat melalui Pemilu 2009" di Hotel Sahid Jaya.Pertemuan itu terjadi sekitar pukul 14.30 dan berdurasi 30 menit. Hadir antara lain Ketua Majelis Syura PBB Yusril Ihza Mahendra, Jurhum yang juga merupakan Sekretaris MS PBB, Sekjen DPP PBB Sahar L Hassan,dan Wakil Ketua Umum DPP PBB Hamdan Zoelva.

Jurhum menyatakan, isu capres menjadi hal yang krusial dibicarakan oleh partainya. Maka itu,pertemuan tertutup itu juga membicarakan beberapa nama calon seperti SBY, Megawati Soekarnoputri, Kalla,Prabowo Subianto, dan capres lain. "Tapi kami belum mengerucutkan siapa yang akan kami dukung.Soal kecenderungan kepada SBY, tentu kami melihat dinamikanya juga," paparnya.

Diketahui, PBB memiliki tiga skenario untuk pencalonan presiden,yakni mengusulkan Yusril sebagai capres. Namun,jika syarat dukungan tidak bisa terpenuhi, maka PBB akan menurunkan posisi tawarnya dengan menjadi cawapres.

Sekjen DPP PBB Sahar L Hassan menambahkan, dalam pertemuan tertutup tadi malam, pembicaraan mengenai Pilpres 2009 memang cukup hangat.Namun,skenario lain selain pencalonan Yusril belum final diputuskan. "Tapi kalau suara PBB kurang signifikan, mungkin plan B bisa terjadi," ungkap Sahar.

Sindo | Wednesday, 25 February 2009 http://www.berpolitik.com/news.pl?n_id=20003&c_id=6&param=nLJ7JqYmhlhuyO0Qv6UC

Jumat, 20 Februari 2009

Membubarkan KPUD?

Jumat, 20 Februari 2009 | 00:32 WIB

Yohanes Usfunan

Pilkada yang digelar sejak 2005 hingga kini terus menimbulkan kericuhan dan sesekali diimbuhi tindakan anarki. Dari analisis diketahui, itu semua disebabkan kecurangan dan kegagalan KPUD menjaga independensi.

Akibatnya, berbagai gugatan, demonstrasi, serangan fisik, pembakaran gedung, dan konflik horizontal antarmassa pendukung calon terjadi di berbagai daerah. Eksistensi KPUD pun mulai dipersoalkan, seperti dalam seminar nasional yang diselenggarakan forum dekan fakultas hukum perguruan tinggi negeri se-Indonesia di Jambi, pertengahan Desember lalu.

"Ad hoc"

Dalam seminar itu, salah satu kesimpulan saya adalah membubarkan KPUD sebagai lembaga permanen dengan masa jabatan lima tahun. Berikutnya dibentuk KPUD baru atau nama lain yang bersifat ad hoc, khusus menyelenggarakan pemilu dan pilkada. Mungkinkah membubarkan KPUD?

Identifikasi dan pengamatan pelaksanaan pilkada di sejumlah daerah menunjukkan hal-hal berikut. Pertama, ada oknum-oknum anggota KPUD melanggar asas independen, disinyalir "ikut bermain" untuk memenangkan pasangan calon tertentu. Hal itu sebagai konsekuensi jabatan anggota KPUD yang terlalu lama sehingga terjadi persekongkolan dengan calon kepala daerah.

Kedua, faktor demoralisasi mengakibatkan oknum-oknum anggota KPUD gampang "dibeli" calon kepala daerah, terlebih oleh incumbent. Selain itu, ketidakcermatan anggota KPUD kerap mengecewakan masyarakat dan merugikan calon kepala daerah tertentu. Misalnya, adanya warga yang mendapat kartu ganda atau munculnya nama-nama orang yang telah meninggal. Kasus lain, mendaftar dan menetapkan konstituen yang telah pindah ke daerah lain atau distribusi kartu pemilih tidak merata dan adil kepada semua konstituen di seluruh daerah pemilihan.

Para oknum anggota KPUD yang menjadikan institusi ini sebagai lembaga politik bersikap curang dan diskriminatif dalam distribusi suara. Caranya, mengistimewakan konstituen pendukung calon yang diidolakan. Sedangkan distribusi kartu serupa kepada konstituen pendukung calon lain yang merupakan lawan, jumlahmya dikurangi atau tidak kebagian kartu pemilih.

Konsekuensinya, ratusan hingga ribuan konstituen tidak mendapat kartu pemilih, seperti terjadi dalam pilkada di Provinsi NTT, NTB, Bali, Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Dampak negatifnya, KPUD menambah jumlah golput dan melanggar HAM politik konstituen.

Ketiga, seleksi anggota KPUD yang menjadi wewenang anggota DPRD sesuai dengan Pasal 57 UU No 12/2008 tentang Perubahan Kedua UU No 32/2004 tentang Pemda, sarat interes politik yang berpengaruh signifikan terhadap netralitas anggota KPUD dalam pilkada. Akibatnya menyuburkan politik uang, diskriminatif, serta mengorbankan kesadaran politik dan kesadaran hukum masyarakat. Oknum-oknum kontraktor yang mempunyai andil dalam politik uang dengan "restu" oknum-oknum anggota KPUD menambah kecurangan pilkada yang melumpuhkan kedaulatan rakyat sesuai teori demokrasi populis, kedaulatan di tangan rakyat.

Keempat, oknum-oknum anggota KPUD yang mendukung incumbent berimplikasi menyuburkan penyalahgunaan wewenang, KKN, merugikan negara, dan menghambat peningkatan kesejahteraan rakyat. Pembiayaan bagi oknum-oknum pejabat daerah, PNS, dan kepala desa yang mendukung incumbent menggunakan dana APBD merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang. Akibat lain, oknum-oknum PNS yang bersekongkol dengan oknum-oknum anggota KPUD mengintimidasi konstituen akar rumput untuk mencoblos incumbent, kendati melanggar asas netralitas, asas legalitas menurut konsep negara hukum dan pemerintahan yang bersih.

Wewenang

Secara konstitusional, KPUD tak memiliki wewenang atribusi (asli) dalam UUD 1945 untuk menyelenggarakan pilkada, termasuk masa jabatan anggota KPUD. Hal ini berbeda dengan kedudukan KPU sesuai dengan Pasal 22E Ayat 5 UUD 1945 bahwa "pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri". Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945 sebagai dasar konstitusional pilkada menentukan, gubernur, bupati, dan wali kota sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

Ketentuan ini tidak mengatur eksistensi KPUD sebagai penyelenggara pilkada. Pasal 57 Ayat 1 UU Pemda menentukan, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggung jawab kepada DPRD. Karena itu, mengubah status KPUD permanen menjadi lembaga ad hoc amat dimungkinkan demi efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pilkada dan pemilu.

Guna mewujudkan pilkada yang jurdil, ke depan KPUD cukup bersifat ad hoc dengan masa kerja untuk pilkada, semisal 6-9 bulan dan penyelenggaraan pemilu dengan kurun waktu sama. Tujuannya menciptakan efisiensi, efektivitas kerja, menutup "perselingkuhan" anggota KPUD dengan para calon kepala daerah, serta mencegah kecurangan dan korupsi yang menjadi musuh bangsa. Jumlah anggota KPUD provinsi se-Indonesia tercatat 165 orang dan anggota KPUD kabupaten/kota 2.250 orang, tak termasuk DKI Jakarta.

Dengan masa kerja lima tahun, anggota KPUD terkesan menerima gaji prodeo seusai menyelenggarakan pilkada dan pemilu. Padahal, dana relatif besar digunakan untuk menggaji anggota KPUD dan pembiayaan kegiatan operasional. Dengan demikian, biaya KPUD akan efisien dan efektif manakala para anggota institusi ini tugasnya sementara hanya menyelenggarakan pemilu dan pilkada.

YOHANES USFUNAN Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Udayana

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/20/00321231/membubarkan.kpud

Kamis, 19 Februari 2009

Keputusan MK Dinilai Tidak Tepat

Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Konstitusi (MK) yang menolak permohonan untuk keseluruhan uji materi Pasal 9 UU Pilpres UU No 42/2008 tentang syarat untuk maju dalam pemilihan presiden 2009 yang mengatur capres/cawapres diusung oleh Parpol atau gabungan parpol yang mendapat suara 20 persen kursi DPR dan 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu legislatif dinilai keputusan yang tidak tepat.

Demikian pendapat pengamat hukum tata negara dari Universitas Indonusa Esa Unggul Irmanputra Sidin kepada pers di gedung Dewan perwakilan Daerah (DPD) RI di Senayan Jakarta, Rabu.

Dia menilai, MK salah memahami pengertian "legal policy" seperti yang menjadi landasan keputusan menolak gugatan ini.

Pertimbangan hukum yang dipakai MK untuk menolak uji materi tersebut, sebagaimana yang dibacakan Ketua MK Mahfud MD adalah Pasal 9 UU Pilpres tidak bertentangan dengan UUD 1945 karena hal tersebut bersifat "legal policy" (kebijakan hukum) yang terbuka guna menciptakan sistem multipartai yang lebih sederhana sangat naif.

"Sekarang memang kebijakannya hanya batasan 20 persen kursi di DPR dan 25 perolehan suara nasional. Bagaimana kalau DPR membuat `legal policy` batasan 51 persen? Apa hal ini akan didukung juga oleh MK?," katanya.

Irman juga menganggap, MK telah mereduksi UUD karena telah memutuskan hal yang bertentangan dengan UUD. "Saya ingat ketika MK membatalkan satu pasal dalam UU tentang MK yang isinya adalah membatasi wewenang MK yang hanya dapat membatalkan produk UU pasca perubahan pertama atau UU yang dihasilkan setelah tahun 1999," katanya.

Ketika itu, kata dia, MK membatalkan pasal itu dengan alasan bahwa tidak ada batasan yang tertulis dalam UUD bahwa MK hanya dapat membatalkan UU pasca perubahan pertama itu.

Dengan demikian, MK telah bersikap tidak konsisten terhadap putusannya sendiri. Menurut Irman, dalam UUD juga tidak terulis mengenai pembatasan itu, namun MK mengabulkan pembatasan yang dibuat dalam UU.

"Ketika menyangkut dirinya yang dibatasi, MK berlandaskan UU namun ketika menyangkut pembatasan Parpol karena dalam UUD sudah jelas tertulis bahwa pengajuan Capres dan Cawapres adalah oleh Parpol atau gabungan Parpol peserta Pemilu dan tidak ada batasan 20-25 persen itu," kata Irman.(*)

COPYRIGHT © ANTARA

Sumber : http://pemilu.antara.co.id/view/?tl=keputusan-mk-dinilai-tidak-tepat&id=1234953891

Pengamat: MK Ambivalen

Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta Dr Alfan Alfian berpendapat, keputusan MK terkait Pemilu legislatif dan pemilihan presiden (Pilpres) bersifat ambivalen.

Hal itu diungkapkan Alfan Alfian dalam Dialog Kenegaraan "Fenomena Munculnya Capres-capres Baru dan Perubahan Politik" di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Senayan Jakarta, Rabu.

Dia mengemukakan, dalam mengambil keputusan tentang calon independen, MK menegaskan bahwa secara tekstual hal itu tidak tertulis dalam UUD, namun mengenai syarat dukungan MK tidak menegaskan hal itu secara tekstual.

"Disini terlihat ambivalensi MK, yaitu ketika gugatan calon independen ditolak dengan alasan UUD tidak menulis hal itu. Itu bisa kita terima. Namun ketika UUD juga tidak menuliskan batasan pengajuan Capres harus 20 persen kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah secara nasional dan hanya mensyaratkan Parpol atau gabungan Parpol peserta Pemilu, MK pun memutuskan lain," katanya.

Menurut dia, hal ini bisa terjadi sebagai konsekuensi memberikan kewenangan yang begitu luas terhadap MK, sementara beberapa anggota MKnya berasal dari partai politik yang membuat keputusan-keputusan pun banyak yang bernuansa politis.

Karena itu, dia menilai, wajar jika kemudian muncul kecurigaan-kecurigaan bahwa MK memiliki motivasi politik tertentu. Banyak kepentingan yang ada di MK terutama karena beberapa hakim MK berasal dari Parpol. Mereka juga diseleksi oleh Parpol melalui fraksi-fraksi di DPR. Hal itu menyebabkan nuansa politis dalam keputusan MK.

Dia mengemukakan, MK seharusnya dapat memutuskan secara rasional dan bisa dipahami oleh masyarakat luas. Dengan keputusan ini dirinya mengkhawatirkan munculnya hilangnya kewibawaan MK dimata publik karena MK tidak bersikap sebagai penjaga gawang konstitusi yang seharusnya dilakukannya. "Kalau sebelumnya ada yang mengatakan MK adalah lembaga `superbody` saya rasa jadi tepat," katanya.(*)

COPYRIGHT © ANTARA

Sumber : http://pemilu.antara.co.id/view/?tl=pengamat-mk-ambivalen&id=1234954925

Rabu, 18 Februari 2009

MK Tolak Permohonan Uji Materi UU Pilpres

MK Tolak Permohonan Uji Materi UU Pilpres

Anwar Khumaini - detikPemilu


 

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi terhadap UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu Pilpres. Alasannya, legal standing (hak konstitusional pemohon yang dilanggar) tidak terbukti.

"Menolak permohonan pemohon 1, 2 dan 3 untuk keseluruhan," ujar Ketua MK Mahfud MD saat membacakan putusan di Kantor MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (18/2/2009).

Dalam pertimbangannya, MK menyebut bahwa Pasal 9 UU Pilpres tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena hal tersebut adalah legal policy atau kebijakan hukum yang bersifat terbuka yang bertujuan untuk menciptakan sistem multipartai yang sederhana.

Dengan ditolaknya permohonan uji materi ini, para capres yang juga hadir dalam sidang putusan ini yakni Yusril Ihza Mahendra dan Sutiyoso hanya bermimpi untuk menjadi capres dalam Pilpres 2009. Kecuali, jika mereka diusung oleh partai atau gabungan partai yang memperoleh 20 persen anggota DPR serta 25 persen suara sah dalam Pemilu 2009.

Pasal 9 UU Pilpres tentang syarat untuk maju dalam Pilpres 2009 menyebut, capres/cawapres diusung oleh parpol atau gabungan parpol yang mendapatkan suara 20 persen dari kursi DPR dan 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu legislatif. Ini dianggap tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Sementara, menurut para pemohon yakni Partai Hanura, PDP, PBB, dan beberapa partai gurem lain, ketentuan di atas tidak sesuai dengan amanat UUD 1945. Ketentuan tersebut juga dianggap menyebabkan hak para pemohon untuk memilih atau dipilih hilang.

Selain menganggap pasal 9 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres tidak bertentangan dengan UUD 1945, MK juga menganggap pasal 3 ayat (5) yang menyatakan pemilu DPR, DPRD, DPD serta Pilpres dilakukan secara terpisah

relevan. Karena, sulit untuk memperoleh suara 50 persen plus satu untuk syarat menjadi presiden bisa diraih hanya dalam sekali pemilu saja.

Sehingga, pendapat PBB yang meminta agar semua pemilu hanya berlangsung sekali juga ditolak oleh MK.

( anw / nik )

Sumber : http://pemilu.detiknews.com/read/2009/02/18/120905/1086622/700/mk-tolak-permohonan-uji-materi-uu-pilpres

Sabtu, 14 Februari 2009

Detik.com melakukan polling tentang Partai yang layak mendapat suara terbanyak dalam pemilu 2009.

Detik.com melakukan polling tentang Partai yang layak mendapat suara terbanyak dalam pemilu 2009.

Cara mengikuti polling via SMS:

Ketik: detik ‹spasi› pemilu no partai
Kirim ke 3845 (Telkomsel, Indosat, Three, Flexi)

Contoh:
detik pemilu 27
( untuk pilihan PBB )


Kirim ke 3845 (Telkomsel, Indosat, Three, Flexi)
Tarif Rp. 1000,-/sms (Belum termasuk PPN 10%)

Hingga hari ke 4, Partai Bulan Bintang Masih masuk dalam 5 (lima) besar. Malah pada saat posting berita ini posisinya pada peringkat kedua.
Berikut ini adalah hasil lengkap per tanggal 14 Pebruari 2009:Sumber : http://microsite.detik.com/pollingParpol/


DEMOKRASI : SUDAH MAHAL, KUFUR LAGI

Oleh Tri Martha Herawati, S.H.M.Si.

(Anggota AlPen ProSa Surabaya - Jawa Timur)

Tak henti-hentinya pesta demokrasi berlangsung di Indonesia. Sepanjang tahun di negeri ini berlangsung pemilihan kepala desa, bupati, walikota, gubernur, sampai presiden, juga anggota legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari tingkat kabupaten, kota, propinsi dan pusat, termasuk anggota Dewan Perwakilan Daerah. Untuk melangsungkan sebuah pesta demokrasi, membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan anggaran pembangunan dan belanja nasional maunpun daerah harus terkuras untuk membiayai pesta ini.

Menurut data yang dikeluarkan KPU, biaya pemilihan umum 2009 diperkirakan menghabiskan dana sebesar Rp 48 trilyun. Untuk Pilkada kisaran biayanya juga fantastis, tengok saja biaya Pilkada DKI tahun lalu, sebesar 124 milyar. Di Jawa Timur lebih fantastis lagi, karena terjadi dalam dua putaran anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 800 milyar lebih. Menurut hasil penelusuran Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), pilkada di seluruh Indonesia telah berlangsung sebanyak 350 pilkada. Jika kita asumsikan biaya Pilkada yang dikeluarkan untuk masing-masing daerah sebesar 70 Milyar, maka total dana pelaksanaan demokrasi ini telah menelan biaya hampir 25 Trilyun.

Biaya pemilu ini belum termasuk biaya yang harus dikeluarkan setiap calon kepala daerah, calon presiden maupun calon anggota legislative untuk partai. Seorang calon anggota legislatif 'diwajibkan' membayar Rp 200-300 juta untuk "kursi jadi", nomor urut satu dan dua. Sedangkan untuk calon anggota DPR harus menyerahkan setoran uang Rp 400 juta. Setiap caleg juga diharuskan membayar biaya administrasi Rp 16 juta untuk pengganti biaya administrasi (kabarindonesia.com,7/10/2008). Belum lagi biaya kampanye. Untuk iklan di televisi misalnya jika rata-rata biaya beriklan secara excessive di sebuah stasiun TV per harinya adalah Rp 500 juta, maka per bulan adalah Rp 15 milyar. Sutrisno Bachir dan Rizal Malarangeng adalah contoh dua calon yang beriklan di TV secara excessive. Itu hanya untuk satu stasiun TV saja. Silahkan kalikan dengan 10 stasiun TV, misalnya. Angka ini hanya untuk di media TV, belum termasuk media lain seperti, radio, internet, bioskop, baliho, spanduk, bendera, kalender, brosur, kaos, dan material kampanye lainnya.

Jumlah biaya demokrasi itu tidak sebanding dengan biaya kesejahteraan rakyat yang dialokasikan dalam APBN. Susilo Bambang Yudoyono Presiden RI pernah membandingkan biaya demokrasi dengan anggaran untuk pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan dalam APBN. Biaya dialokasikan di APBN untuk pengurangan kemiskinan di seluruh negeri, tahun 2004 sebesar Rp 17 trilyun, tahun 2005 naik Rp 24 trilyun, 2006 Rp 41 trilyun, dan tahun 2007 Rp 57 trilyun.

Dengan biaya pesta demokrasi yang sangat besar itu, benarkah mampu melahirkan pemimpin yang berkualitas dan mampu mensejahterakan rakyat? Nampaknya kita masih harus menerima kenyataan, dari biaya demokrasi yang sangat mahal itu, tidak menjamin akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Pemimpin yang dihasilkan dari proses demokrasi itu ternyata justru menguras uang rakyat dengan melakukan tindak pidana korupsi. Hal ini dilakukan karena para pemimpin ini sebelum menduduki kursinya sudah mengeluarkan 'biaya investasi' yang cukup besar. Ketika mereka menduduki kursi yang diinginkan, maka saatnya investasi yang ditanam kini dituai dari dana APBN maupun APBD.

Said Amin, peneliti program The World Bank untuk kasus penanganan korupsi pemerintah tingkat lokal mengatakan, sampai Mei 2007 lalu, 967 anggota DPRD dan 61 kepala daerah terlibat tindak pidana korupsi. Para anggota DPRD dan kepala daerah dalam proses hukumnya kini ada yang masih tersangka, terdakwa dan ada pula telah divonis bersalah sebagai terpidana. Saat ini tercatat 159 kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah terjadi di Indonesia, jumlah kerugian negara yang diakibatkan kasus korupsi itu mencapai Rp 3 triliun (kapanlagi.com, 31/5/2007).

Demokrasi bukan hanya menguras uang rakyat dengan membutuhkan biaya yang mahal tapi juga menghasilkan sistem yang rusak. Abdul Qodim Zallum dalam bukunya Demokrasi Sistem Kufur menyatakan, ada empat kebebasan yang dilahirkan oleh demokrasi yang berdampak pada kerusakan:

1. Kebebasan Beragama (freedom of religion)

Konsep kebebasan beragama, justru merendahkan derajat manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Kebebasan beragama berarti seseorang berhak meyakini suatu aqidah yang dikehendakinya atau memeluk agama yang disenanginya. Dia berhak meninggalkan aqidah yang diyakininya dan berpindah pada aqidah baru, agama baru atau kepercayaan non agama seperti animisme dan dinamisme. Dia juga berhak berpindah agama sebebas-bebasnya tanpa ada tekanan dan paksaan.

Dampak dari kebebasan beragama, justru memunculkan aliran-aliran sesat dan nabi-nabi palsu. Di Amerika, negara pengemban demokrasi banyak lahir ajaran agama selain Kristen. Sebut aja ada Klu Klux Klan, sekte Charles Manson terkenal di tahun 60-an karena melakukan pembunuhan terhadap sejumlah wanita termasuk seorang aktris terkenal. Ada juga sekte Temple's People yang dipimpin pendeta Jim Jones. Muncul juga nabi bernama David Koresh yang kemudian melakukan baku tembak dengan polisi federal AS (FBI), dan terakhir adalah sekte Gerbang Surga yang melakukan aksi bunuh diri massal di tahun 1997.

Agama-agama baru itu lahir dengan restu demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Selama demokrasi dan HAM masih dipuja-puja, maka di masa mendatang akan terus berdatangan agama-agama baru dan nabi-nabi palsu. Kedatangan mereka bahkan akan dilindungi negara atas nama hak asasi manusia. Kalau nabi palsu dihujat karena membawa aliran sesat, seharusnya demokrasi dan HAM juga dihujat karena justru melindungi aliran-aliran sesat.

Padahal Allah SWT telah menegaskan dalam surat Al Maidah ayat 3 :

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmatKu, dan telah Kuridlai Islam itu menjadi agama bagi kalian."

Dalam HR Muslim dan Ashhabus Sunan, Rasulullah SAW bersabda :

"Barang siapa mengganti agamanya (Islam) maka jatuhkanlah hukuman mati atasnya."

Sehingga upaya-upaya untuk melanggengkan sistem demokrasi yang menjamin kebebasan beragama sangat bertentangan dengan aturan syara'. Karena Allah SWT hanya mencukupkan Islam sebagai agama yang terbaik.

2. Kebebasan Berpendapat (freedom of speech)

Kebebasan berpendapat melahirkan pendapat-pendapat yang tidak mendasarkan pada standar halal haram. Pendapat yang liberal dan justru menjauhkan dari syariah dibebaskan. Tapi sebaliknya, pendapat-pendapat yang mengajak umat untuk kembali pada hukum-hukum Allah dan menegakkan kekhilafahan Islam, justru diberangus. Kebebasan berpendapat hanya diberikan untuk dukungan pada kebebasan itu sendiri tanpa aturan.

Bahkan atas nama kebebasan berpendapat, koran Nerikes Allehanda, Swedia, pada 18 Agustus 2007 lalu memuat kartun Nabi Muhammad dengan kepala manusia berserban dan tubuh seekor anjing. Masih atas nama kebebasan berpendapat, George Walker Bush mengajak pemimpin muslim untuk memerangi kembalinya syariah dan khilafah. "We should open new chapter in the fight againts enemies of freedom, againts who in the beginning of XXI century call muslims to restore caliphate and to spread sharia"(kita harus membuka bab baru perang melawn musuh kebebasan, melawan orang-orang yang di awal abad ke 21 menyerukan kaummuslim untuk mengembalikan khilafah dan menyebarluaskan syariah) (www.demaz.org)

Dalam Islam, kekebasan berpendapat tidaklah mutlak, tapi didasarkan aturan syara'. Seperti ditegaskan Allah SWT dalam surat Al Ahzab 36 :

"Dan tidaklah patut bagi laki0laki yang mukmin, Apabila Allah dan rasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka."

Di ayat yang lain Allah memperingatkan dalam surat An Nisa 59 :

"Kemudian jika kalian (rakyat dan penguasa) berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan RasulNya, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir."

3. Kebebasan Kepemilikan (freedom of ownership)

Ide kebebasan atas kepemilikan melahirkan para kapitalis. Kapitalisme juga melahirkan koruptor-koruptor yang menghalalkan segala cara untuk mengejar materi duniawi. Siapa memiliki modal, bisa berkuasa atas sesuatu termasuk sumber daya alam yang sebenarnya menjadi hajat hidup orang banyak. Misalnya, atas nama kebebasan kepemilikan, hak pengelolaan hutan, air, minyak, dan kekayaan alam lainnya diserahkan pada pihak-pihak tertentu. Karenanya rakyat tidak mendapat porsi yang seharusnya, tapi hanya menjadi penonton segelintir orang yang mengeruk kekayaan alam.

Ironisnya pemerintah justru memfasilitasi kebebasan kepemilikan ini dengan sejumlah aturan yang menjamin kebebasan kepemilikan atas sumber daya alam. Misalnya dengan menetapkan UU Penanaman Modal Asing, UU Sumber Daya Alam, dan lain-lain.

Atas nama kebebasan kepemilikan, negara-negara kapitalis berebut menguasai sumber daya alam negara lain. Akibatnya, rakyat menjadi korban krisis bahkan pertumpahan darah tak bisa dihindari. Seperti yang terjadi di negara-negara Timur Tengah, Amerika Latin, Afrika, Asia, termasuk Indonesia.

Ajaran Islam sangat bertolak belakang dengan kebebasan kepemilikan. Islam memerangi ide penjajahan dan perampokan kekayaan bangsa-bangsa lain di dunia. Islam telah menetapkan sebab-sebab kepemilikan harta, pengembangannya dan cara-cara pengelolaannya. Islam tidak memberikan kebebasan pada individu untuk sebebas-bebasnya mengelola harta yang dikehendakinya. Islam mengikat dengan hukum syara' misalnya larangan memiliki harta dengan cara-cara yang batil. Harta yang diperoleh dengan cara batil, pada pelakunya akan dikenai sanksi.

4. Kebebasan Berperilaku (personal freedom)

Kebebasan berperilaku sebenarnya telah merendahkan martabat umat. Ide ini telah menyeret orang pada perilaku yang serba boleh. Misalnya berjemur sambil menunggu matahari terbit tanpa berpakaian. Perilaku seksual yang menyimpang suka sesama jenis, pemuasan seksual pada anak-anak ataupun pada binatang. Dampak kebebasan perilaku, kasus perzinahan semakin merajalela, demikian pula aborsi, narkoba dan angka penderita HIV AIDS yang tidak pernah menurun karena bebas berperilaku.

Dalam sistem demokrasi, institusi keluarga telah dihancurkan. Rasa kasih sayang telah dicabut dari para anggota keluarga. Karena itu, menjadi pemandangan biasa di negara-negara barat, kehidupan single parent atau orang yang tinggal sendiri dan hanya ditemani binatang kesayangan.

Hukum Islam sangat bertentangan dengan kebebasan bertingkah laku. Tidak ada kebebasan bertingkah laku di dalam Islam. Setiap muslim wajib terikat dengan perintah dan larangan Allah SWT. Jika seorang muslim melanggar perintah syara' maka ia telah berdosa dan akan dijatuhi hukuman yang sangat keras.

Islam memerintahkan setiap muslim berakhlaq mulia dan terpuji. Menjadikan masyarakat sebagai masyarakat Islam yang bersih dan sangat memelihara kehormatannya serta penuh dengan nilai-nilai kemuliaan.

Demikianlah demokrasi menghancurkan umat dengan kebebasan yang diagungkan. Ketika manusia membiarkan dirinya tanpa aturan, maka yang terjadi adalah kesengsaraan, kenistaan, dan kebodohan. Lalu mengapa demokrasi masih dibanggakan?

Haram Mengadopsi Sistem Kufur Demokrasi

Seluruh perbuatan manusia dan seluruh benda-benda yang digunakannya dan atau berhubungan dengan perbuatan manusia, hukum asalnya adalah mengikuti Rasulullah SAW dan terikat dengan hukum-hukum risalahNya. Allah berfirman dalam surat Al Hasyr ayat 7 :

"Apa yang diberikan/diperintahkan Rasul kepadamu maka terimalah/laksanakanlah dia, dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah."

"Maka demi TuhanMu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim/pemutus terhadap perkara yang mereka perselisihkan."(QS An Nisaa' 65)

"Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah."

"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul(Nya).

Sabda Rasulullah SAW :

"Siapa saja yang melaksanakan perbuatan yang tak ada perintah kami atasnya, maka parbuatan itu tertolak." (HR Muslim). Dalam hadis lain Rasulullah bersabda, "Siapa saja yang mengada-adakan urusan (agama) kami ini, sesuatu yang berasal darinya, maka hal itu tertolak."

Dalil-dalil ini menunjukkan wajib hukumnya mengikuti syara' dan terikat dengannya. Dengan demikian, seorang muslim tidak boleh melakukan atau meninggalkan perbuatan kecuali setelah mengetahui hukum Allah untuk perbuatan itu. Apakah hukumnya wajib, sunnah, mubah, makruh atau haram. Allah juga melarang kaum muslimin mengambil hukum selain hukum dari syariat Islam. Allah berfirman:

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada toghut (hukum dan undang-undang kufur), padahal mereka telah diperintahkan mengingkari toghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya."
(QS An Nisaa 60).

Berdasarkan penjelasan nash dan hadis maka kaum muslimin dilarang mengambil peradapan/kultur Barat, dengan segala aturan dan undang-undangnya. Sebab peradapan tersebut bertentangan dengan peradaban Islam. Kecuali peraturan dan perundang-undangan yang administratif yang bersifat mubah dan boleh diambil. Sebagaimana Umar Bin Khatab telah mengambil peraturan administrasi perkantoran dari Persia dan Romawi.

Hal ini karena peradaban Barat itu memisahkan agama dengan kehidupan dan memisahkan agama dari negara. Peradaban Barat dibangun atas asas manfaat dan menjadikannya sebagai tolok ukur perbuatan. Sedangkan peradaban Islam didasarkan pada Aqidah Islamiyah yang mewajibkan pelaksanaannya dalam kehidupan bernegara berdasarkan perintah dan larangan Allah, yakni hukum-hukum syara'. Peradaban Islam berdiri atas landasan spiritual yakni iman kepada Allah dan menjadikan prinsip halal haram sebagai tolok ukur seluruh perbuatan manusia berdasarkan perintah dan larangan Allah.

Peradaban Barat menganggap kebahagiaan adalah yang memberikan kenikmatan jasmani yang sebesar-besarnya kepada manusia dan segala sarana untuk memperolehnya. Sementara peradaban Islam menganggap kebahagiaan adalah teraihnya ridla Allah SWT, yang mengatur pemenuhan naluri dan jasmani manusia berdasarkan hukum syara'.

Atas dasar itulah, kaum muslimin tidak boleh mengambil sistem demokrasi, sistem ekonomi kapitalisme, sistem kebebasan individu yang ada di negeri-negeri Barat. Karena itu kaum muslimin tidak boleh mengambil konstitusi dan undang-undang demokrasi, sistem pemerintahan kerajaan dan republik, bank-bank riba, sistem bursa dan pasar uang internasional. Kaum muslimin tidak boleh mengambil semua hukum dan peraturan ini karena semuanya merupakan peraturan dan undang-undang kufur yang sangat bertentangan dengan hukum dan peraturan Islam.

Syariah untuk Kepentingan Rakyat

Mengutip tulisan Budi Mulyana, dosen FISIP UNIKOM Bandung, syariah Islam berbeda dengan demokrasi. Dalam tataran individu, syariah Islam mendidik individu agar bertakwa. Keinginan untuk melakukan pelanggaran syariah akan diminimalkan dengan nilai-nilai ketakwaan yang ditanamkan. Pribadi-pribadi yang salih akan terbentuk dengan keimanan bahwa hidup tidak hanya di dunia, tetapi ada pertanggungjawaban di akhirat yang akan menghisab apa yang dilakukan di dunia.

Dalam tataran sistem, Islam sebagai risalah ilahi yang sempurna akan menjamin kemaslahatan (rahmat) bagi semua pihak, bahkan bagi seluruh alam. Dalam konteks kesejahteraaan, Islam membagi bumi Allah dengan kepemilikan individu, masyarakat dan negara dengan tepat sesuai dengan realitas faktanya. Dengan begitu, kebutuhan pribadi dapat dijamin; keinginan untuk menikmati kebahagiaan duniawi juga tetap bisa dilakukan; penyelenggaraan kehidupan masyarakat yang menjamin hajat hidup orang banyak pun dapat dipastikan dijamin oleh negara.

Islam memberikan jaminan kesejahteraan umum, pendidikan, kesehatan, dan keamanan gratis bagi semua warga Negara Islam. Islam memerintahkan negara untuk menjamin kebutuhan kolektif masyarakat (tanpa membedakan kaya maupun miskin). Masyarakat dipelihara oleh negara hingga menjadi masyarakat yang cerdas, sehat, kuat dan aman. Pendidikan secara umum diwujudkan untuk membentuk pribadi-pribadi yang memiliki jiwa yang tunduk pada perintah dan larangan Allah Swt., memiliki kecerdasan dan kemampuan berpikir memecahkan segala persoalan dengan landasan berpikir Islami, serta memiliki keterampilan dan keahlian untuk bekal hidup di masyarakat. Semua diberi kesempatan untuk itu dengan menggratiskan pendidikan dan memperluas fasilitas pendidikan, baik sekolah universitas, masjid, perpustakaan umum, bahkan laboratorium umum. Rasulullah saw. menerima tebusan tawanan Perang Badar dengan jasa mereka mengajarkan baca tulis anak-anak kaum Muslimin di Madinah. Rasul juga pernah mendapatkan hadiah dokter dari Muqauqis, Raja Qibti Mesir, lalu oleh Beliau dokter itu dijadikan dokter umum yang melayani pengobatan masyarakat secara gratis (Abdurrahman al-Baghdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khilafah; Abdul Aziz al-Badri, Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Islam).

Dengan jaminan tersebut, pendidikan, kesehatan dan keamanan sudah dapat dipastikan dijamin oleh negara dengan alokasi pendanaan yang jelas, tanpa perlu lagi persetujuan wakil rakyat yang sarat dengan berbagai kepentingan, baik individu, partai juga para pemilik modal yang haus terhadap harta milik masyarakat.

Jelaslah, syariah Islam adalah jawaban atas krisis dan kebuntuan yang terjadi selama ini. Jika kita ingin mengambil jalan keluar maka kita mesti tunduk dan takut kepada Allah Swt. serta bersungguh-sungguh kembali pada pelaksanaan syariah-Nya. Insya Allah, jalan keluar dan berkah Allah akan segera terbuka. Allah Swt. berfirman :

"Siapa saja yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar"
(QS at-Thalaq [65]: 3).

Allah Swt. juga berfirman:

"Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itulah, Kami menyiksa mereka karena perbuatan mereka itu"
(QS al-A'raf [7]: 96).

Alangkah ruginya negara ini, jika biaya besar yang telah dikorbankan untuk membiayai hajatan pesta demokrasi ternyata tidak menjamin kualitas pemimpin yang tebaik. Maka kegiatan ini hanya sia-sia belaka. Demokrasi jelas-jelas telah menyita pengorbanan rakyat sementara rakyat tidak memperoleh kesejahteraan tapi justru menuai kemiskinan. Sebaliknya, syariah Islam telah menjamin kesejahteraan rakyat. Penjaminnya adalah Allah SWT. Syariah Islam hanya bisa diterapkan dengan sistem khilafah. [tri.martha@yahoo.com This email address is being protected from spam bots, you need Javascript enabled to view it ]

Sumber : http://hafidz341.net76.net/Alpen-Prosa/Demokrasi-Mahal-dan-Kufur.html

http://khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=539&Itemid=47

Senin, 02 Februari 2009

Partai Bulan Bintang Tunggu Putusan MK Sebelum Bicarakan Pilpres

Jakarta, (ANTARA News) - Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan pihaknya masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Undang-Undang Nomor 42/2008, sebelum membicarakan langkah persiapan partai menghadapi pemilu presiden dan wakil presiden yang akan diselenggarakan pada 8 Juli 2009.

"Khusus untuk pemilu presiden dan wakil presiden kami sedang menunggu proses di MK. Kalau uji materi ini dikabulkan maka akan berimplikasi politik yang cukup besar," katanya, di Jakarta, Jumat, setelah diskusi yang diselenggarakan Institute For Development and Economics Studies (indepth), dengan tema "Haruskah Pemilu Serempak".

Menurut Yusril, saat ini pengurus PBB sedang melakukan konsolidasi internal untuk menghadapi pemilu legilatif yang dilaksanakan pada 9 April 2009.

PBB mengajukan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke MK, pada awal Desember 2008. Pasal yang diajukan untuk uji materi yakni pasal 9 dan Pasal 3 Ayat (5) UU Pilpres. Pasal-pasal ini dianggap bertentangan dengan ketentuan dengan pasal 6A Ayat (2) dan pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945.

Pasal 9 UU Pilpres, menyebutkan "Pasangan calon diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Kemudian, Pasal 3 Ayat (5) UU Pilpres, berbunyi "Pemilu Presden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD".

Pengaturan pelaksanaan pemilu itu, kata Yusril, bertentangan dengan ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang memerintahkan untuk melaksanakan Pemilu secara serentak setiap sekali dalam lima tahun.

Setelah ada kepastian mengenai uji materi UU Pilpres, PBB akan segera menegaskan langkahnya. Ketika ditanya tentang kesiapan dicalonkan sebagai capres, Yusril mengatakan terbuka peluang baginya untuk dicalonkan baik sebagai calon presiden maupun cawapres dari PBB.

Ketika ditanya tentang kemungkinan PBB berkoalisi dengan partai lain, Yusril mengatakan partainya tidak berhenti menjalin komunikasi politik.

"Pembicaraan politik ini tidak bisa dibuka ke publik sebelum matang," katanya.

Pemilu Serentak

Sementara itu, dalam diskusi yang dilaksanakan Indepth tersebut, dibahas mengenai kemungkinan pemilu di Indonesia dilaksanakan serentak baik pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden.

Menurut Yusril, jika uji materi yang diajukan partainya dikabulkan, maka pemilu dapat dilaksanakan serentak. Ia mengatakan pelaksanaan pemilu serentak telah dijamin oleh konstitusi. Selain itu, penyatuan pemilu ini dinilai dapat meringankan beban anggaran belanja negara

"Penyatuan pemilu itu amanat konstitusi. Kalau pemilu disatukan akan menghemat uang negara," katanya.

Efek positif yang dapat timbul karena penyatuan pemilu, kata Yusril, yakni adanya perubahan peta koalisi partai. Jika sebelumnya koalisi dibangun menjelang pemilu presiden dan wapres dengan motif oportunis, maka dengan penyatuan pemilu ini koalisi dilakukan sebelum pemilu berlangsung. Dengan demikian akan terbangun koalisi yang kuat.

Hal senada juga disampaikan anggota DPR dari Partai Golkar Slamet Effendy Yusuf. Menurut dia, koalisi yang dijalin sebelum pilpres cenderung bersifat pragmatis saja, bukan didasarkan pada kesamaan ide politik.

"Koalisi seharusnya menjadi bagian untuk membangun sistem...Sistem kepartaian yang cocok yakni yang sederhana," katanya.

Menurut pengamat politik J. Kristiadi, pada prinsipnya pemilu dilaksanakan untuk mendapatkan pemerintahan yang beradab sehingga rakyat dapat hidup sejahtera. Ia mengatakan pemilu serentak bukan sesuatu yang harus dipaksakan karena pelaksanaan pemilu berkaitan juga dengan kesiapan lembaga penyelenggara pemilu.(*)

COPYRIGHT © ANTARA

Sumber : http://pemilu.antara.co.id/print/?tl=pbb-tunggu-putusan-mk-sebelum-bicarakan-pilpres&id=1233314013

Kamis, 29 Januari 2009

UUD 1945 MENGATUR PILPRES DAN PILEG DILAKSANAKAN SERENTAK

Dalam rumusannya, UUD 1945 hasil perubahan mengkonsepkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih bersamaan dengan pemilihan umum legislatif (pileg). Salah satu perumus perubahan UUD 1945, Slamet Effendi Yusuf, menegaskan hal ini dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) di MK, Rabu (28/1).

"Ketika membaca kata pemilihan umum di dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan pemilihan presiden, yang dimaksud dengan pemilu adalah pemilihan umum sebagaimana diatur di dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, yakni untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden," jelas Slamet. Ia menerangkan dalam proses perumusan amandemen UUD 1945, pihaknya menggambarkan nanti akan ada lima kotak suara yakni kotak untuk memilih anggota DPR, DPD, Capres-Cawapres, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Keterangan Slamet diperkuat dengan keterangan Gregorius Seto Harianto, yang juga mantan perumus perubahan UUD 1945. Menurut Seto, UUD 1945 tidak membedakan antara pilpres dengan pemilu. "Jadi gambaran kita pada waktu itu, ketika parpol atau gabungan parpol peserta pemilu mengajukan calon presiden, mereka adalah satu kesatuan. Dengan begitu, tidak ada kekhawatiran akan adanya perbedaan program karena program presiden adalah program partai, program partai adalah program presiden," papar Seto.

Terkait dengan upaya membangun sistem, Seto menjelaskan ketika pasangan calon yang awalnya didukung dengan satu partai memperoleh suara tapi tidak sampai 50 persen, maka partai-partai yang ada akan berkoalisi mendukung salah satu dari dua pasangan terkuat. "Sehingga sudah jelas yang satu di atas 50 persen dan yang lain kurang dari 50 persen. Itu sekaligus membentuk sistem checks and balances yang kuat di parlemen karena presiden dan wakil presiden terpilih didukung oleh satu kekuatan," terang Seto.

Pendapat Seto ini sekaligus menegasikan pendapat ahli dari Pemerintah tentang sulitnya membangun pemerintahan yang stabil jika Presiden tidak memiliki cukup banyak dukungan di DPR. Misalnya, pendapat Dr. Kacung Marijan yang menyatakan bahwa alasan pihaknya mencantumkan syarat persentase 20 persen dan 25 persen dalam Pasal 9 UU Pilpres adalah demi menjamin terciptanya kebijakan efektif (effective policy) yang sulit terjadi ketika presiden hanya mendapat dukungan sangat kecil di DPR. Hal senada juga dikatakan Ahli dari Pemerintah, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, yang mengingatkan bahwa dalam kebijakan strategis presiden membutuhkan dukungan DPR.

Capres Independen

Terkait permohonan tentang kemungkinan disertakannya capres independen, ahli dari Pemohon, Bima Arya Ph.D, menyadur pendapat yang disampaikan Staf Ahli Presiden Denny Indrayana yang menyatakan hingga saat ini perubahan UUD 1945 mengandung kelemahan. UUD 1945 memungkinkan terjadinya monopoli parpol dalam mengusulkan kandidat presiden. "Rekomendasi saudara Deny Indrayana waktu itu adalah calon presiden independen harus diberi kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Jadi, monopoli oleh partai-partai politik atas pengajuan seorang calon presiden independen harus diakhiri, karena ini esensial demi memperkuat demokrasi yang partisipatif," tandas Bima.

Menanggapi hal ini, Kuasa Hukum DPR, Ferry Mursyidan Baldan menyatakan dirinya sepakat dengan adanya ide capres independen. Namun, ia mengingatkan bahwa UUD 1945 jelas-jelas tidak menyebutkan tentang kemungkinan hal itu. "Capres independen itu tidak terlarang, tapi belum ada dalam UUD. Jalan keluarnya, ubah UUD dulu lewat amandemen," pungkas Ferry. (Kencana Suluh Hikmah)

Sumber : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=2122

Minggu, 11 Januari 2009

Israel Kian Terancam dan Tak Lagi Superior

Jakarta (ANTARA News) - Belum pernah Israel seterancam seperti sekarang, apalagi belum genap dua tahun lalu, superioritas militernya terhadap Arab dipatahkan Hizbullah di Lebanon.

Kini, tak ada satu pun kota Israel yang aman dari serangan Arab meski puluhan skuadron pesawat tempur canggih dan wahana anti rudal menjaga ketat kota-kota Israel.

Bahkan saat tank-tank canggih Abrams, lusinan heli tempur Apache dan salah satu pasukan infanteri paling terlatih di dunia menginvasi Gaza sejak 3 Januari 2009, luncuran roket Hamas tetap menghujam bumi Israel.

"Hamas masih cukup memiliki roket dan mortir untuk terus ditembakkan jauh ke dalam wilayah Israel sampai beberapa minggu," kata Kepala Litbang Intelijen Militer (Aman), Jenderal Yossi Beidatz, seperti dilansir AFP (6/1).

Hamas yang berada di jantung Israel kian mengancam negara Yahudi itu dan didukung rakyatnya terbukti pemilu Palestina Januari 2006 lalu telah memenangkan Hamas dan membuat Israel serta rezim-rezim Arab sekutu AS ketakutan.

Israel harus menerima kenyataan, semua pemenang proses demokrasi di Timur Tengah berubah menentangnya, tak terkecuali Turki yang sebelumnya menjadi sahabat kentalnya atau Iran yang kini menjadi musuh paling fanatiknya.

Israel juga menghadapi Presiden terpilih AS yang bungkam menyikapi ulah usilnya di Timur Tengah, padahal sebelumnya rezim-rezim baru Washington selalu berhasil dipancing Israel untuk berkomentar.

Wayne White, mantan analis Timur Tengah di Departemen Luar Negeri AS, menilai Obama bungkam karena ia menghadapi kompleksitas konflik Gaza dan melihat Israel berlaku bodoh di Gaza.

"Jika saya Obama, saya juga akan memilih bungkam," kata Wayne seperti dikutip Washington Times (30/12).

Sendirian

Ketika Obama akhirnya berbicara, si hitam beradik keturunan Indonesia itu tidak mengisyaratkan ia bersetuju dengan Israel, sebaliknya menyampaikan kalimat yang netral sehingga tak membuat gerah Arab.

"Tegasnya, saya menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas konflik yang berlaku di wilayah itu," kata Obama seperti dikutip DPA (7/1), tanpa mengomentari legalitas agresi Gaza yang justru diinginkan Israel.

Sikap diam Obama adalah kemunduran bagi Israel yang malah menegaskan fokusnya pada perbaikan ekonomi dan dengan cerdik membebankan Gaza pada rezim George Bush yang turut mengarsiteki krisis Gaza.

"Saya kira pemerintah Bush sangat nyaman mendukung Israel dan tak melibatkan diri atau mencoba upaya gencatan senjata," kata Scott Lasensky, analis United States Institute of Peace, mengomentari aransemen Bush di Gaza.

Sejumlah kalangan bahkan meminta Obama tegas dengan tidak menuruti Israel.

"Obama mesti memulai inisiatif baru karena proses damai Annapolis pada November 2007 tidak menghasilkan apa-apa," ulas Nathan Brown, analis Carnegie Endowment for International Peace, menunjuk prakarsa damai kreasi Bush yang menguntungkan Israel semata itu.

Jelas, Israel sendirian di Timur Tengah, apalagi Bush yang memanjanya segera raib dari Gedung Putih.

Turki yang lama menjadi sekutunya pun menjaga jarak setelah pemerintahan pimpinan AKP enggan menyeret Turki merapat ke Israel.

Jangan tanya sikap Eropa karena banyak negara seperti Prancis dan Jerman, geram terhadap ulah Israel yang gemar menyepelekan hukum internasional.

"Tuan Presiden (Shimon Peres), anda menghadapi masalah serius dengan dunia internasional dan citra Israel tengah hancur," kata anggota Komisi Hubungan Luar Negeri Uni Eropa Benita Ferrero-Waldner saat menyampaikan sikap Eropa di Gaza.

Hanya karena ingin memupus perasaan bersalah atas genosida semasa Perang Dunia Kedua, Eropa ingin terlihat seimbang di Palestina dengan menyeru Hamas mengakhiri serangan roket ke Israel.

Sadar

Israel sendiri sadar petualangannya di Gaza tak akan sepermanen saat mereka merampas Sinai pada Perang 1967, lagipula ekspedisi kali ini hanya untuk konsumsi pemilu.

Israel juga tahu Hamas yang menjadi musuhnya sekarang lebih militan dibanding musuh musuhnya pada masa lalu, diantaranya karena memiliki roket-roket Iran yang menjangkau semua wilayah Israel.

Oleh karena itu, agresi Gaza adalah juga pesan Israel pada Iran yang membuatnya menjadi demikian tidak aman dan tak lagi superior. Iran menodong Israel dengan roket Grad dan Fajar tanpa menggelarkan seorang pun tentara.

"Iran cukup memasukkan anasir kimia dan biologi pada rudalnya dan hancurlah Negara Yahudi. Itu semua dilakukan secara terselubung melalui Hamas dan Hizbullah sehingga Iran bisa mengklaim diri bersih," kata Profesor Rabbi Daniel Zucker, ketua Americans for Democracy in the Middle-East seperti dikutip Jerusalem Post.

Israel juga tak bisa mengandalkan sekutu Arabnya yang belakangan terlihat rapuh dirongrong oposisi yang umumnya senafas dengan Hamas.

Keengganan Mesir untuk tegas di Palestina misalnya, lebih karena dimotivasi oleh kekhawatiran Hamas menulari kaum oposisi Mesir. Pandangan serupa dianut rezim Arab moderat lainnya seperti Arab Saudi dan Yordania yang tak ingin shiah Iran menyemangati kaum oposisi.

Presiden Husni Mubarak tak saja khawatir Hamas mengancam Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Fatah, tapi juga karena dia memiliki agenda politiknya sendiri, menetralisir oposisi muslim militan, khususnya Ikhwanul Muslimin.

Ikhwanul memang dinyatakan terlarang, namun para aktivisnya yang kini menjadi anggota parlemen dari garis independen telah membentuk kaukus oposisi besar di parlemen di mana tokohnya yang bernama Mohamed Habib menuduh Mubarak bersekongkol dengan Israel.

Habib juga menyebut Israel telah mengiris wilayah Arab, menjarah kekayaannya dan menghapus identitas budayanya. Untuk itu, Habib melihat perlawanan Palestina di Gaza adalah garis depan pertahanan Arab guna menghadapi rekayasa Israel.

Ekspedisi militer Israel di Gaza adalah memang rekayasa dan petualangan Partai Kadima dalam menaikkan popularitasnya menjelang pemilu legislatif 10 Februari 2009.

Kalau dulu PLO atau Hizbullah di Lebanon yang menjadi pion pendongkrak popularitas politik Tel Aviv, maka kini mereka memainkan Hamas sebagai bidak pendongkrak popularitas politik dengan membesar-besarkan ancaman Hamas. Padahal, militansi Hamas adalah reaksi dari embargo tak manusiawi Israel di Gaza.

Dengan embargo Gaza, Israel ingin melemahkan Hamas sehingga tak mampu memerintah dan Gaza pun kacau untuk kemudian menjadi pintu masuk bagi penggulingan Hamas oleh Israel.

Hamas berupaya menembus blokade itu, mulanya dengan penyelundupan, namun frustasi dan terpaksa mengadopsi serangan bersenjata, satu tindakan yang justru diinginkan Israel karena menjadi pembenar bagi invasi ke Gaza.

Pengepungan

"Padahal bukan hanya Hamas yang ingin mengakhiri pengepungan Israel, tapi juga seluruh rakyat Palestina. Itu keinginan semua manusia dan bangsa yang bercita-cita hidup sebagai manusia merdeka," kata editor Jerusalem Post, Larry Derfner (31/12).

Dengan merusak ketertiban Gaza lewat kampanye militer, total sudah kekacauan di Gaza dan Israel pun percaya Hamas bakal seinferior Fatah.

"Hamas tak akan seperti Fatah yang lemah, korup dan tidak populer. Hamas justru akan kian ekstrem karena blokade dan serangan terus menerus Israel hanya membuatnya berpikir sia-sialah bernegosiasi dengan Tel Aviv," kata wartawan AS keturunan Iran, Nir Rosen, dalam tulisannya di laman Aljazeera (30/12).

Lebih dari itu, invasi ke Gaza bukan saja mendegradasi citra Israel, namun juga memojokkan sekutu Arabnya.

"Damaskus telah menarik diri dari pembicaraan tripartit dengan Tel Aviv dan rakyat Arab murka tak hanya pada Israel dan AS, tapi juga pada pemerintah mereka yang dianggap bersekongkol dengan Washington," tutur Rosen.

Tidak itu saja, krisis Gaza telah menajamkan militansi muslim garis keras seluruh dunia sehingga menyulitkan Obama mengampanyekan perdamaian global, satu situasi yang didesain Israel.

"Saya telah berbicara dengan para aktivis jihad di Irak, Lebanon, Afghanistan, Somalia dan banyak lagi. Mereka menyebut Palestinalah yang memotivasi gerakan jihad mereka," ungkap Rosen.

Tak heran jika rakyat Israel sendiri mulai mengkritisi pendekatan pemerintahnya di Gaza. Dari 81 persen warga yang mendukung kampanye militer ke Gaza, hanya 39 persen yang percaya Hamas bisa digulingkan.

Jika pun Israel menang maka kemenangan itu malah mengungkap ketidakmampuan Israel hidup berdampingan dengan bangsa lain dan masyarakat Yahudi pun bertanya apa yang sebenarnya diinginkan para politisi Israel.

"Inikah keterbatasan kita sebagai manusia yang dilahirkan kembali dari holocaust (pembasmian etnis semasa Perang Dunia Kedua)?" tanya Sara Roy, cendikiawan Yahudi pengarang "Failing Peace: Gaza and the Palestinian-Israeli Conflict" seperti dikutip Christian Science Monitor (2/1).

Sara adalah seorang dari kelompok warga Yahudi yang ingin adil mengkritisi bangsanya, bukan saja demi keadilan universal, namun melihat fakta betapa Israel sekarang sendirian dan tererosi superioritasnya. (*)

COPYRIGHT © 2009 ANTARA

http://www.antara.co.id/print/?i=1231414998

PubDate: 08/01/09 18:43

Sabtu, 10 Januari 2009

Kebohongan Barat Soal Israel

Jakarta - Duet Inggris-AS yang memihak Israel kerap kali digambarkan media barat secara abu-abu. Seorang wartawan senior Inggris Robert Fisk menilai kebohongan demi kebohongan menyelimuti aksi-aksi kejam Israel di jalur Gaza.

Ketika Israel menyerang Gaza, 28 Desember 2008 lalu dan menewaskan lebih dari 296 warga Palestina, Robert Fisk langsung bicara di TV Aljazera dan menulis di harian The Independent terbitan London.

"Para pemimpin terus berbohong, sementara korban sipil berjatuhan. Kita tidak pernah mau belajar dari sejarah," tulis Robert Fisk hanya sehari setelah Israel membombardir Gaza, ibukota sementara Palestina.

Sejarah yang dimaksud Fisk adalah perang yang sudah berlangsung sejak 1948 dan faktanya selalu dimanipulasi. Israel selalu di pihak yang benar. Sementara setiap kali terjadi pertumpahan darah, pihak Arab dan Palestina selalu disalahkan.

Para pemimpin Barat yang dianggapnya berbohong adalah Inggris dan AS. Di pihak Inggris yang berbohong disebutnya Perdana Menteri Gordon Brown dan pendahulunya Tony Blair.

Tonny Blair bahkan secara khusus dikritiknya. Blair bukanlah orang yang tepat menjadi juru runding konflik Israel dan Palestina. Blair seusai melepas jabatannya Juni tahun lalu kemudian diangkat Uni Eropa menjadi Utusan Khusus Timur Tengah.

"Mana suara Blair? Untuk apa dia digaji? Berapa besar bayarannya? Bagaimana kemampuannya menyelesaikan konflik? Mengapa dia tidak turun ke Gaza?" tanyanya. Sedang pemimpin AS yang disebutnya tukang ngibul mulai dari George Bush senior, Bill Clinton dan George Bush junior.

Kebohongan Bush terlihat dari komitmennya kepada Israel yakni kedua pihak akan menggunakan secara bersama pesawat tempur F-18s dan senjata misil jenis Hellfire.

Sementara Bill Clinton saat kampanyenya dalam Pemilihan Presiden AS di 1993 secara eksplisit berjanji menggunakan istilah yang "cukup keras" sebagai sebutan bagi Israel. Artinya Clinton akan bersikap tegas dan tanpa kompromi kepada Israel. Tapi begitu terpilih, Clinton sama dengan Bush senior yakni berbohong.

Robert Fisk, 62, sudah 30 tahun menetap di Timteng. Selama tiga dekade ia melaporkan situasi kawasan itu terutama setiap konflik yang melibatkan Israel. Dari kacamata wartawan, Fisk dinilai cukup obyektif. Tercermin dari penilaian komunitas wartawan Inggris yang memberi penghargaan tertinggi karya jurnalistik.

Sementara pihak yang tidak suka dengan tulisan, laporan dan analisanya menuduh Fisk pendukung setia Palestina. "Fisk tidak banyak tahu keburukan Palestina", komentar seorang pembaca yang menentang Fisk.

Tentang serangan Israel terhadap Gaza Desember lalu Fisk bertanya apakah wajar untuk kematian seorang warga Israel, Palestina harus kehilangan 300 nyawa?

Peristiwa ini mengingatkan perilaku Israel terhadap Libanon di 2006. Warga Israel yang terkena serangan roket Hisbullah di Libanon Selatan hanya satu orang. Tapi ketika Israel membalas, korban sipil Libanon 10 orang. Belum termasuk kerusakan gedung, kendaraan dan infrastruktur.

Ia mengingatkan siklus pola serangan Israel yang beralasan: serangan dibalas serangan. Dunia internasional pun dikecam karena jatuhnya korban rakyat sipil hanya disikapi dengan mengeluarkan himbauan agar kedua pihak menahan diri.

Secara sinis Fisk membuat perbandingan, permintaan menahan diri itu hanya mungkin dilakukan bila kedua pihak memiliki kekuatan berimbang. Namun Israel menyerang dengan pesawat tempur F-18s dan tank Marakav, sementara Palestina hanya 20 roket.

Dalam delapan tahun terakhir ini, Hamas telah menewaskan 20 orang tentara Israel. Tetapi dalam satu serangan kilat sehari, kata Fisk lagi, Israel bisa membunuh 300 orang warga Palestina.

Tentang alasan keamanan bagi warga Israel yang didengung-dengungkan pemimpinnya, Fisk menyatakan wajar saja. Tapi apakah warga lain tidak berhak memperoleh keamanan serupa.

Ia membandingkan perlakuan Israel terhadap Libanon. Sejak 1975, Israel telah membom Libanon ribuan kali dengan alasan menghancurkan sarang teroris. Namun sampai sekarang tak satupun pihak yang menjuluki Israel sebagai teroris!

Sebagai orang Inggris, Fisk juga mengingatkan konflik di Irlandia Utara. Konflik berkepanjangan itu tidak membuat Inggris membombardir markas Tentara Irlandia Utara (IRA) sekalipun berkali-kali bom meledak di London serta menewaskan warga Inggris.

Eskalasi yang terjadi di Gaza saat ini sangat serius. Karena Israel tetap keukeuh melakukan serangan darat sementara Hamas siap menjadi martir dengan resiko apapun.

Menurut Fisk sama saja mimpi jika Israel berharap serangan dapat meletakkan senjata Hamas dan menyerah. Hamas tahu, bila itu mereka lakukan, tetap saja akan dihancurkan Israel.

Lalu dimana keberadaan politisi Inggris dan AS di tengah situasi kritis ini? Secara sinis Fisk menyatakan, barangkali mereka sedang bersembunyi di got, pegunungan atau di tempat yang tidak terlihat. Namun yang tahu kelakuan mereka hanya bisa tersenyum. Begitulah kelakuan elit politisi.

sumber : inilah.com

Salurkan Aspirasi Politik Anda, Mari Bergabung bersama Kami Partai Bulan Bintang

Permendagri No 24 Tahun 2009 Ttg Pedoman Cara Perhitungan Bantuan Kauangan Parpol Dlm APBD